Strategi Pembelajaran PAI Dengan Konsep Belajar Tuntas Pada SD Kelas VI


Bab I PENDAHULUAN
Belajar tuntas adalah satu filsafat yang mengatakan bahwa dengan system pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah.[1]
Pandangan ini jelas menolak pandangan yang mengatakan bahwa tingkat keberhasilan siswa disekolah sangat ditentukan oleh tingkat kecerdasan bawaanya atau IQ nya. Belajar tuntas ini sebenarnya sudah ada sejak enam puluh tahun yang lalu tatkala C. Washburn dan H.C. Morrison mengembangkan suatu sistem pengajaran sehingga semua siswa diharapkan dapat menguasai sejumlah tujuan pendidikan.
Bahan pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut dibagi atas unit-unit . setiap siswa diharusksn menguasai satu unit pelajaran sebelum diperbolehkan untuk mempelajari unit pelajaran berikutnya. Bagi siswa yang gagal menguasai satu unit pelajaran tertentu harus diberikan unit pelajaran perbaikan.

Bab II PEMBAHASAN

A.   Ide Lahirnya Belajar Tuntas
Perkembangan yang pesat dalam dunia pendidikan pada abad ke-20 ini membawa kita untuk mempertimbangkan suatu pandangan tentang kemampuan siswa yang dapat ditingkatkan semsksimal mungkin dengan usaha yang efektif dan efesien.[2]
Salah satu pandangan tentang kemampuan siswa tersebut dikemukakan oleh Jhon B. Carrol pada tahun 1963 berdasarkan penemuannya mengenai model belajar yaitu ” Model of school learning “. Model ini menguraikan factor-faktor pokok yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Ia menyatakan bahwa bakat siswa untuk untuk mencapai tingkat penguasaan tertentu pelajaran tertentu dapat diramalkan dari waktu yang disediakan untuk mempelajarinya dan /waktu yang dibutuhkan untuk belajar untuk mencapai tingkat penguasaan tertentu. Dalam hal ini bakat bukan diartikan sebagai kapasitas belajar tetapi sebagai kecepatan belajar atau laju belajar.
Makin lama siswa menggunaka waktu secara sungguh-sungguh untuk belajar, makin tinggi tingkat penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya. Dalam kondisi belajar tertentu, waktu yang digunakan untuk belajar dan waktu yang dibutuhkan untuk menguasai bahan pelajaran tidak saja dipengaruhi oleh sifat dari individu tetapi juga oleh karakteristik dari pengajaran.
Lamanya waktu belajar yang digunakan oleh lamanya siswa mau mempelajari suatu bahan dan waktu yang disediakan/ dialokasi.

B.   Ciri-Ciri Belajar Mengajar Dengan Prinsip Belajar Tuntas
Ciri-ciri cara belajar mengejar dengan prinsip belajar tuntas antara lain:
1.    Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan terlebih dahulu
a.    Setiap tujuan pembelajaran dinyatakan secara jelas dan terukur  dan memuat apa yang harus siswa-siswa lakukan. Oleh sebab itu, tujuan pembelajaran harus menggambarkan bentuk tindakan, seperti menyatakan, menjelaskan, memberi tanda, menguraikan dan sebagainya.
b.    Tujuan-tujuan pembelajaran harus dikelompokan . Misalnya didalam aritmatik tujuan dikelompokan seperti penomoran, nilai tempat, urutan, dsb.
c.    Tujuan pembelajaran harus merupakan piliahan tindakan yang benar-benar dan mungkin dapat dilakukan, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses pembelajaran benar-benar dapat diukur.
d.    Tujuan pembelajaran harus menggambarkan kebermaknaan urutan (sequence) atau unit.[3]
2.    Memperhatikan perbedaan individu
3.    Evaluasi dilakukan secara kontinu dan didasarkan atas criteria
4.    Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan
5.    Menggunakan prinsip belajar aktif
6.    Menggunakan satuan pelajaran yang kecil
Sumarti dan Pramana (1998) menjabarkan beberapa ciri belajar tuntas, yaitu :
1.    Pembelajaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu
2.    Pembelajaran sangat memperhatikan perbedaan-perbedaan individu, terutama dalam hal kemampuan dan kecepatan belajarnya
3.    Evaluasi dilakukan secara kontinyu.[4]
Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperileh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehingga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan, dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).[5]

C.   Persiapan Mengajar Dengan Prinsip Belajar Tuntas
Dari pandangan-pandangan tentang kemampuan siswa yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan jelaslah bahwa pandangan yang digunakan sebagai dasar pengembangan cara belajar dengan prinsip belajar tuntas sangat berbeda dengan pandangan yang digunakan sebagai dasar pengembangan cara belajar mengajar yang ada sekarang.
Untuk itu perlu disusun suatu strategi yang cocok untuk melaksanakan prinsip-prinsip belajar tuntas /ciri-ciri belajar tuntas. Strategi belajar tuntas dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan, dan persiapan pelaksanaan dengan prinsip belajar tuntas.
D.   Implikasi Pelaksanaan Model Belajar Tuntas
Menurut B. Bloom yang mengembangkan model belajar tuntas ini, beberapa implikasi belajar tuntas disebutkan sebagai berikut:
a.    Dengan kondisi optimal, sebagian besar siswa dapat menguasai pelajaran secara tuntas
b.    Guru bertugas mencari setiap kemungkinan untuk menciptakan kondisi yang optimal termasuk waktu, metode, media serta umpan balik untuk siswa
c.    Siswa adalah individu-indivu yang yang berbeda, oleh karena itu kondisi optimal bagi masing-masing siswa berbeda
d.    Siswa seharusnya mengerti hakikat, tujuan serta prosedur belajar. Oleh karena itu, perumusan tujuan intruksional khusus suatu pelajaran mutlak diperlukan
e.    Sangat bermanfaat bila pelajaran diperinci dalam satuan-satuan pelajaran yang kecil dan selalu diadakan tes pada akhir satuan pelajaran
f.     Kegiatan belajar akan lebih efektif bila siswa membentuk kelompok-kelompok belajar yang kecil yang dapat bertemu secara teratur saling membantu mengatasi kesulitan
g.    Penilaian akhir harus didasarkan atas tingkat penguasaan tujuan instruksional khusus pelajaran yang bersangkutan.[6]

E.   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penguasaan Penuh

Sejumlah tokoh pendidikan yakin bahwa sebagian terbesar bahkan hamper semua murid sanggup menguasai bahan pelajaran tertentu sepenuhnya dengan syarat-syarat tertentu. Hal-hal apakah yang mempengaruhi prestasi belajar sehingga tercapai penguasaan penuh?
1.    Bakat untuk mempelajari sesuatu
Bakat, misalnya inteligensi, mempengaruhi prestasi belajar. Korelasi antara bakat,misalnya untuk matematika dan prestasi untuk bidang studi itu setinggi 70. Hasil itu akan tampak bila kepada murid dalam suatu kelas diberiakn metode yang sama dan waktu belajar yang sama. Atas kenyataan itu timbul kepercayaan pada guru bahwa matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lain hanya dapat dikuasai oleh sebagian dari murid-murid saja, yaitu yang mempunyai bakat khusus untuk mata pelajaran yang bersangkutan itu saja. Timbul anggapan bahwa antara bakat dan prestasi terdapat hubungan kausal.
Bakat tinggi menyebabkan prestasi tinggi, sedangkan prestasi yang rendah dicari sebabnya pada bakat yang rendah. Pendirian serupa ini membebaskan guru dari segala tanggung jawab atas prestasi yang rendah oleh sebab bakat itu dibawa lahir dan diturunkan dari nenek moyang, yang tak dapat diubah oleh guru.
John Carrol mengemukakan pendirian yang radikal. Ia mengakui adanya perbedaan bakat, akan tetapi ia memandang  bakat sebagai perbedaan waktu yang diperlukan untuk menguasai sesuatu.

2.    Mutu pengajaran

Pada dasarnya anak-anak tidak belajar secara kelompok, akan tetapi secara individu, menurut cara-caranya masing-masing sekalipun ia berada dalam kelompok. Caranya belajar lain dari oarng lain untuk menguasai bahan tertentu. Itu sebabnya setiap anak memerlukan bantuan individual. Tidak ada satu metode yang sesuai bagi semua anak. Tiap anak memerlukan metode tersendiri yang sesuai baginya. Maka karena itu kalau ditanya guru yang bagaimanakah yang baik, maka jawabnya ialah guru yang dapat membimbing setiap anak secara individual hingga ia menguasai bahan pembelajaran sepenuhnya.

Untuk itu ia harus berusaha mencari langkah-langkah, metode mengajar, alat pelajan, sumber pembelajaran yang khusus bagi tiap anak. Hingga mana, dalam hal mana perbedaan individual harus disesuaikan dengan metode mengajar atau kegiatan belajar yang bagaimana masih perlu diteliti. Ada murid yang memerlukan contoh atau alat yang konkrit agar dapat memahami sesuatu. Ada murid yang lebih suka belajar sendiri ada pula yang banyak memerlukan bantuan guru atau teman. Ada murid yang memerlukan ulangan dan penjelasan yang banyak agar menguasai bahan, ada pula yang cepat menangkap inti persoalan.

Kelemahan pengajaran kita ialah kurangnya usaha guru member perhatian kepada perbedaan individual dan kebutuhan individual ian, sehingga selalu jumlah terbesar dari murid-murid tak sampai mencapai penguasaan penuh atas bahan pelajaran tertentu. Pada saat anak itu baru mencapai pemahaman setengah-setengah guru telah beralih kepada bahan yang baru,yang juga tak dapat dikuasainya karena kekurangan dalam bahan apersepsinya.[7]

3.    Kesanggupan untuk memahami pengajaran

Kalau murid tidak dapat memahami apa yang dikatakan atau disampaikan oleh guru,atau bila guru tidak dapat berkomunikasi dengan murid, maka besar kemungkinan murid tidak dapat menguasai mata pelajaran yang diajarkan oleh guru itu. Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi banyak bergantung dengan kemampuannya untuk memahami ucapan guru. Sebaliknya guru yang tidak sanggup menyatakan buah pikirannya dengan jelas sehingga ia dipahami oleh, juga tidak dapat mencapai penguasaan penuh oleh murid atas bahan pelajaran yang disampaikannya.

Agar pelajaran dapat dipahami, guru sendiri harus fasih berbahasa dan mampu menyesuaikan bahasanya dengan kemampaun murid sehingga murid-murid dapat memahami bahan yang disampaikannya. Sayangnya ialah bahwa guru-guru pada umumnya terkecuali guru bahasa Indonesia, meremehkan soal bahasa dan kurang menyadari bahasa sebagai alat komunikasi antara guru dengan murid.

Untuk memperluas komunikasi dapat dijalankan berbagai usaha, antara lain :
Ø  Belajar kelompok, belajar bersama, atau saling membantu dalam pelajaran.
Ø  Bantuan tutor, yaitu orang yang dapat membantua murid secara individual.
Ø  Buku pelajaran, tak semua sama baiknya, hendaknya ada beberapa buku yang berlainan tentang bidang studi yang sama.
Ø  Buku kerja, disamping buku pelajaran ada buku kerja untuk membantu murid, menangkap dan mengolah buah pikiran pokok dari buku pelajran.
Ø  Pelajran berprograma, ini juga merupakan bantuan agar murid menguasai bahan pelajaran melalui langkah-langkah pendek, tanpa bantuan guru.
Ø  Alat audio-visual, alat ini dapat membantu anak-anak belajaran dengan menyajikannya dalam yang lebih konkrit.[8]

4.    Ketekunan

Ketekunan itu nyata dari jumlah waktu yang diberiakn oleh murid untuk belajar mempelajari sesuatu memerlukan jumlah waktu tertentu. Jika anak memberikan waktu yang kurang dari pada yang diperlukannya untuk mempelajarinya, maka ia tidak akan menguasai bahan itu sepenuhnya. Dengan waktu belajar dimaksud jumlah waktu yang digunakannya untuk kegiatan belajar, yaitu mempelajari sesuatu secara aktif.[9]

Ketekunan belajar ini tampaknya bertalian dengan sikap dan minat terhadap pelajaran. Bila suatu pelajaran, karena suatu hal, tidak menarik minatnya, maka ia segeara menyempingkanya jika menjumpai kesulitan. Sebaliknya ia dapat berjam-jam membuat proyek electronic, berlatih main gitar atau menggambar. Jika suatu tugas menarik karena misalnya member hasil yang menggembirankannya, ia cendrung untuk memberiakan waktu yang lebih banyak untuk tugas itu.

5.    Waktu yang tersedia untuk belajar

Dalam  system pendidikan kita kurikulum dibagi dalam bahan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, misalnya untuk satu semester atau satu tahun. Guru dapat menguraikanya menjadi tugas bulanan dan mingguan. Maksudnya ialah agar bahan yang sama dikuasai oleh semua murid dalam jangka waktu yang sama. Dapat dippahami bahwa waktu yang sama untuk bahan yang sama tidak akan sesuai bagi semua murid berhubung dengan perbedaan individual. Bagi murid yang pandai waktu itu mungkin terlampau lama, sedangkan untuk murid yang tak begitu pandai waktu itu mungkin tidak cukup.

Pendirian mereka yang menganut “mastery learning” ialah bahwa faktor waktu sangat esebsial untuk menguasai bahan pelajaran tertentu sepenuhnya. Dengan mengizinkan waktu secukupnya setiap murid dapat menguasaibahan pelajaran. Jika waktunya sama bagi semua murid, maka tgyujingkat penguasaan ditentukan oleh bakat murid. Anak yang berbakat lebih cepat menangkap isi pelajaran, anak yang tidak begitu tinggi bakatnya juga akan mampu menguasainya, asal kepadanya diberi waktu yang lebih banyak. Perlu kiranya diselediki hingga manakah dapat dipertinggi efisiensi belajar anak.[10]

F.     Contoh Pelaksanaan Pembelajaran PAI Dengan Metode Belajar Tuntas Pada  SD Kelas VI

Kurikulum tahun 1984 mempergunakan strategi belajar tuntas dalam system belajar mengajar, Ketentuan belajar menunjukan hasil belajar sedangkan ketrampilan proses menunjukan ketrampilan mengelola perolehan. Konsep belajar tuntas sudah dipahami oleh para guru dari buku “paket latihan” dari Tim Belajar Tuntas BP3K.

Strategi Belajar Tuntas

     Proses belajar mengajar merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen, yaitu mayeri, metode, media dan sebaganya yang terjadi pada diri siswa untuk mencapai tujuan belajar. Untuk setiap topic atau pokok bahasan, siswa harus mencapai taraf penguasaan yang ditetapkan, yaitu minimal 75%, atau dalam satu semester, harus diperoleh taraf penguasaan minimal 60%. Besarnya taraf penguasaan tersebut, dapat diketahui dari penelitian formatif, sub sumatif, sumatif, dan kokurikuler. Apabila hasil penilaian formatif lebih besar atau sama dengan 75% atau rata-rata hasil penilaian dari subsumatif, sumatif dan kokurikuler lebih besar atau sama dengan 69%, dikatakan bahwa siswa telah tuntas dalam belajarnya.[11]

Contoh dalam mata pelajaran : Al Quran
Standar Kompetensi: mengartikan al quran surat pendek pilihan
Kompetensi Dasar   : 1. Membaca Q.S Al Qadr dan Q.S Al Alaq ayat 1-5    
                             2. Mengartikan Q.S Al Qadr dan Q.S Al Alaq ayat 1-5          [12]
Ada 4 cara yang digunakan oleh H.C. Morrison dalam program perbaikanya yaitu:
1.    Mengulang kembali bahan pelajaran
Anak-anak disuruh kembali membaca ulang dengan memperhatikan bacaan tajwid dan makhorijul hurufnya
2.    Menuturkan siswa
Untuk memperlancar dan memperbaiki bacaan serta memahami maka siswa harus lebih sering membaca dan memperhatikan bacaan dan terjemahannya
3.    Menyusun kembali aktivitas belajar siswa
Guru harus memperhatikan aktivitas siswa dalam belajar dan mengubah cara belajar siswa agar tidak bosan
4.    Mengadakan perbaikan terhadap kebiasaan siswa dalam cara belajarnya
Mengubah system balajar siswa yang dianggap sulit untuk memberikan pemahaman

Bab III PENUTUP

A.   Kesimpulan

Belajar tuntas terasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapakan.

B.   Saran

Kami selaku penyusun menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak sekali9 kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Hal ini disebabkan masih terbatsnya kemampuan kami. Oleh karena itu, kami selaku pembuat mmakalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya dan pembaca pada umumnya.




Daftar Kepustakaan



Subroto B. Suryo, proses belajar mengajar di sekolah, edisi revisi, cetakan kedua, mei 2009



Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran cet. Ke empat Oktober 2010,



Amri Sofan . Khoiru Ahmadi Iif, Konstruksi pengembangan pembelajaran, jakarta 2010



Nasutio, Berbagai Pendekatan dalam proses  Belajar dan Mengajar, Jakarta 2010



Permen diknas no 22 tahun 2006



http// belajar tuntas.com



[1] http//belajar tuntas.com
[2] Drs. B. Suryo Subroto, proses belajar mengajar di sekolah, edisi revisi, cetakan kedua, mei 2009, hal : 83-85
[3] Dr. Aunurrahman, M.Pd. Belajar dan Pembelajaran cet. Ke empat Oktober 2010, hal : 168-169
[4] Dr. Aunurrahman, M.Pd. Belajar dan Pembelajaran cet. Ke empat Oktober 2010, hal : 169
[5] Sofan Amri, Spd.  Iif Khoiru Ahmadi, Spd.M.Pd. Konstruksi pengembangan pembelajaran, jakarta 2010
[6] Drs. B. Suryo Subroto, proses belajar mengajar di sekolah, edisi revisi, cetakan kedua, mei 2009, hal :95-96
[7]  Prof.Drs. Nasution, MA, Berbagai Pendekatan dalam proses  Belajar dan Mengajar, Jakarta 13220, hal : 38-42


[9] Idem hal: 46-47
[10] Idem hal: 48-49
[11] Drs.B. Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, edisi revisi, hal : 100-101
[12] Permen diknas no 22 tahun 2006


These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Leave a comment