BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Nama filsafat sudah dikenal manusia sejak tahun (624-546 SM) dan yang mula-mula sekali menggunakan akal secara serius adalah orang Yunani yang bernama Thles. Orang inilah yang digelar Bapak filsafat. Gelar itu diberikan kepadanya karena ia pernah mengajukan pertanyaan yang aneh, yaitu : apakah sebenarnya bahan alam semesta ini? Ia sendiri menjawab : air. Setelah itu silih bergantilah filosof sezamannya dan sesudahnya mengajukan jawabannya. Semakin lama persoalan yang diperkirakan oleh manusia semakin luas, dan semakin rumit pula pemecahannya.
Buah pikiran, yaitu hasil akal, yang mulai mengagetkan manusia awam,barangkali pertama kali dilontarkan oleh Heraclitus yang hidup sekitar tahun 500-an SM, yaitu tatkala ia berkata bahwa sesunggahnya yang sungguh-sungguh ada, yang hakikat, ialah gerak dan perubahan. Kemudian filosof lain, berhasil menyusun argumentasi untuk membuktikan sebaliknya yang hakikat. Kalau kita melihat anak panah yang meluncur dari busurnya yang bergerak, sesungguhnya anak panah itu dapat dibuktikan oleh Parmanides tidak bergerak alia diam.[1]
Dalam arti pengetahuan sejati (pengetahuan yang benar),kata philosopia bertahan mulai plato sampai Aristoteles, tetapi objeknya meliputi juga ilmu, yaitu usaha untuk mencari sebab yang universal.[2]pembentukan kata filsafat menjadi kata Indonesia diambil dari kata barat fil dan safat dari kata Arab sehingga terjadilah gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat.
Menurut Jhon Dewey bahwa ada hubungan erat antara filsafat dengan pendidikan. Oleh sebab itu filsafat dan pendidikan sering. Yaitu sama-sama memajukan manusia, hanya saja filsafat lebih memperhatikan tugas yang berkaitan dengan strtegi pembentukan manusia, sedang ahli pendidik lebih memperhatikan pada taktik (cara) agar strategi itu terwujud dalam kehidupan sehari-hari melalui proses kependidikan.[3]
Dalam Al Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menyeru dan menganjurkan supaya menggunakan akal pikiran dan filsafat. Diantara ayat-ayat tersebut adalah:
Pertama, artinya: “kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan Allah mahakuasa atas sesuatu, sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengingat Allah sambil berdiri dan duduk dan dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi( seraya  berkata) : “ya tuhan kami, tidaklah enkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci engkau, maka peliharalah kami dari api siksa neraka”.(QS. Ali Imran:189-191).
Kedua, artinya: “Dan sesungguhnya kami jadikan isi neraka jahannam kebanyakan Jin dan Manusia,mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat kebesaran Allah),dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan melihat(tanda-tanda kebesaran Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah) mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih dari sesat. Mereka itulah orang-orang yang lain”.(QS.Ali Imran: 179)
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan judul dari makalah ini, dan supaya pembahasan materi tidak terlalu melebar sehingga akan menyulitkan terhadap pemahaman, maka penulis merasa perasa perlu memberikan perumusan masalah yaitu sebagai berikut:
Bagaimana filsafat sebagai analisa filosofis tentang Al Qur’an sebagai dasar pendidikan Islam?
Apa konsep Al Qur’an sebagai dasar pendidikan islam?
Apa kontribusi filsafat sebagain sebagai analisa filosofis tentang Al Qur”an sebagai dasar pendidikan islam?
C.    Penyusunan Kerangka Berfikir
Pembahasan ini merupakan suatu usaha untuk meluruskan pemahaman bahwa pentingnya memahami Al Qu’an sebagai dasar pendidikan.penulis menyadari bahwasanya keterbelakangan umat islam saat ini karena manusia meninggalkan Al Quran.
Kita sebagai umat islam seharusnya mengedepankan Al Quran dibanding yang lainnya.karena itulah saya mengambil judul makalah yang berkaitan dengan Al Qur”an sebagai dasar pendidikan.
D.    Tujuan dan Manfaat Membuat Makalah
1.      Tujuan penulisan
a.       Untuk ikut memberikan sumbangsih dalam rangka memperkaya pembendaharaan kajian tentang pendidikan.
b.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat sebagai salah satu syarat untuk dsapat menyelesaikan kuliah.
2.      Manfaat penulisan
a.       Mengetahui lebih jauh bagaimana cara menerapkan pendidikan dengan Alqur’an
b.      Mengetahui bagaimana cara menganalisis pendidikan dengan filsafat.
3.      Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kepustakaan murni atau libraryresearch. Artinya data-data yang digunakan  berasal dari sumber kepustakaan baik primer maupun skunder, baik berupa buku, majalah, ensklopedia, jurnal dan lain-lain. Adapun model  penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah model penelitian kompratif. Model ini mengenai analisis analogi faktual yang dikabarkan dalam Al Qur’an sejak 14 abad laludan baru ditemukan dalam kajian sains pada akhir-akhir ini khususnya melalui jalur filsafat.
Metode yang digunakan adalah deskriftif sintensis. Deskriftif memberikan gambaran mengenai Al Qu’an sebagai dasar pendidikan. Dalam hal ini penulis berusaha memberikan penjelasan dan penggambaran mengenai filsafat sebagai analisa filosofis tentang Al Qur’an sebagai dasar pendidikan islam. Sintensis adalah suatu usaha mencari kesatuan untuk mencari titik temu antara Al Qur’an dan pendidikan melalui analisa filosofis sehingga jelas akan keterkaitannya.
4.      Sistematika Penulisan
Untuk menyusun sebuah makalah yang baik dan sistematis serta demi mempermudah alur pembahasan dan pemahaman masalah, penulis merasa perlu menyusun sebuah sistematika, oleh karena itu , penulis akan menyajikan makalah ini dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I pendahuluan
A.    Latar belakang masalah
B.     Rumusan masalah
C.     Penyusunan kerangka berfikir
D.    Tujuan dan manfaat membuat makalah
E.     Metode
F.      Sistematika penulisan

Bab II filsafat dan filsafat islam
A.    Defenisi dan pendapat para ahli tentang filsafat dan filsafat islam
B.     Keunggulan filsafat islam
C.     Filsafat sebagai cara berfikir spekulatif, sistematis, analisis,kritis, radikal dan unuversal
D.    Filsafat sebagai analisa filosofis untuk mengetahui realitas yang sebenarnya


Bab III Al Quran dan Mukjizatnya
A.    Al Quran berisi kumpulan surat dari Allah kepada manusia dan mukjizatnya
B.     Manusia sebagai objek dan subjek diturunkan Al quran
C.     Al quran memerintahkan manusia berfilsafat
D.    Manusia sebagai hamba allah dan khalifahnya
           
Bab IV Al Quran sebagai dasar pendidikan Islam

Bab V Penutup
A.      Kesimpulan
B.      Saran-saran.




BAB II
FILSAFAT DAN FILSAFAT ISLAM
A.    Devenisi dan pendapat para ahli tentang filsafat dan filsafat islam serta kesimpulan
Kata filsafat baerasal dari  kata  filosofia  yang  berarti  mencintai  kebijaksanaan. Ada  juga  yang mengatakan  kata  filsafat  berasaldari   kata  philosophis, rangkaian  kata  majmuk  dari   kata  philien atau  philia yang  artinya cinta, dan  Sophia  yang  berarti kearifan. Jadi  secara  harfiyah, filsafat  adalah  mencintai kekebijaksanaan atau  kearifan. Yang  dimaksud  kebijaksanaan [ wisdom ] adalah  berfikir mendalam  dalam  bidang intelektual.
Adapun secara terminology para pakar filsafat berbeda  dalam  memberikan   definisi, diantaranya  adalah :
1.      Plato memberikan  pengertian  bahwa  filsafat  adalah  suatu  penyelidikan terhadap sifat dasar  yang  penghabisan  dari kenyataan.[4]
2.      Aristoteles filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran dan yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, estetika, ekonomi, dan politik
3.      Immanuel kannt mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokokpangkal dari segala pengetahuan, yang di dalamnya tercakup masalah epistemology yang menjawab persoalan apa yang harus kita kerjakan. Masalah ketuhanan yang menjawab persoalan harapan kita dan masalah manusia
4.      al-Farabi  mendefinisikan  filsafat   adalah  ilmu  yang   menyelidiki  hakikat  yang  sebe
 narnya  dari   segala  hal  yang  ada. 
5.       Rene Descartes  menyatakan  bahwa filsafat adalah  kumpulan  dari  segala  pengetahuan
 baik  berkaitan  dengan  Tuhan, manusia  maupun  alam.
6.        William James  memberikan pengertian; filsafat  merupakan kumpulan pertanyaan yang
  belum  pernah  terjawab  secara  memuaskan.
7.       Runes filsafat  adalah   penjelasan  intelektual   tentang  kenyataan  yang ada.[5]
8.      Poejawijanta (1974:11) filsafat sejenis pegetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka
9.      Hasbullah Bakry (1971:11)mengatakan bahwa filsfat ialah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Selanjutnya  secara  sederhana yang dimaksud  dengan  filsafat  Islam  adalah filsafat  yang  dicelup ajaran  Islam dalam  membahas  hakikat  kebenaran sesuatu.
Terdapat beberapa pandangan mengenai matriks filsafat Islam.
1.      Mayoritas orientalis. Filsafat Islam adalah kelanjutan dari filsafat Yunani kuno: ‘It is Greek philosophy in Arabic garb’, demikian kata Renan, Gutas, dan Adamsonyang  lebih suka menyebutnya sebagai ‘filsafat [berbahasa] Arab’ (Arabic Philosophy).Dibalik pandangan ini terselip rasisme intelektual bahwa filsafat itu murni produk Yunani dan karenanya kaum Muslim sekadar mengambil danmemelihara untuk diwariskan kepada generasi sesudah mereka. Memang, dalam literatur sejarah filsafat dunia, peran dan kedudukan filsafat Islam seringkali dimarginalkan dan direduksi, atau bahkan diabaikan sama sekali. Mulai dari Hegel sampai Coplestone dan Russell, filsafat Islam hanya dibahas sambil lalu,sebagai “jembatan peradaban” (Kulturvermittler)dari Zaman Kegelapan ke Zaman Pencerahan.
2.      Rohib Maimonides filsafat Islam itu reaksi terhadap doktrin-doktrin agama lain yang telah berkembang pada masa lalu. Para pemikir Muslim dituduh telah mencomot dan terpengaruh oleh tradisiYahudi-Kristen. Rahib Maimonides berkata: “Ketahuilah olehmu bahwa semua yang dilontarkan oleh orang Islam dari golongan Mu‘tazilah maupun Asy‘ariyah mengenai masalah-masalah ini berasas pada sejumlah proposisi-proposisi yang diambil dari buku-buku orang Yunani dan Syria yang ditulis untuk menyanggah para filosof dan mematahkan argumen-argumen mereka.”
Dua sudut pandang tersebut di atas dikritik tajam antara lain oleh Seyyed Hossein Nasr. Orientalis yang menganut perspektif Greco-Arabic biasanya mengkaji filsafat Islam sebagai barang purbakala atau artifak museum, sehingga pendekatannya melulu historis dan filologis. Di mata orientalis semisal Van den Bergh, Walzer dan Gutas, filsafat Islam itu ibarat sesosok mummi yang hidup antara abad ke-9 hingga ke-12 Masehi. Akibatnya, lanjut Nasr, para orientalis itu tidak tahu dan tak peduli akan fakta filsafat Islam sebagai kegiatan intelektual yang terus hidup dari dahulu sampai sekarang: Islamic philosophy has remained a major intellectual activity and a living intelllectual tradition within the citadel of Islam to this day, di pusat-pusat keilmuan di Dunia Islam.
3.      Perspektif Revisionis yang memandang filsafat Islam itu lahir dari kegiatan intelektual selama berabad-abad semenjak kurun pertama Islam. Bukankah perbincangan tentang kemahakuasaan dan keadilan Tuhan,tentang hakikat kebebasan dan tanggung-jawab manusia merupakan cikal bakal tumbuhnya filsafat? Munculnya kelompok  Khawarij, Syi‘ah,Mu‘tazilah dan lain-lain,yang melontarkan pelbagai argumen rasional disamping merujuk kepada ayat-ayat al-Qur’an jelas sekali mendorong berkembangnya pemikiran filsafat dalam Islam. Contohnya sepucuk surat dari al-Hasan al-Basri kepada Khalifah perihal qadha dan qadar, dimana beliau menangkis argumen kaum fatalis maupun argumen rasionalis sekular. Perdebatan seru segera menyusul di abad-abad berikutnya seputar kedudukan logika, masalah atom, ruang hampa, masa, dan yang tak terhingga dalam hubungannya dengan kewujudan Tuhan serta keazalian dan keabadian alam semesta.
Berdasarkan  uraian  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  antara  filsafat umum  dan  filsafat  Islam terdapat  beberapa  perbedaan, diantaranya  adalah  pertama : meski  semula filusuf-filusuf  muslim klasik  menggali  kembali berbagai karya filsafat Yunani terutama  Aristoteles  dan  Plotinus, namun  kemudian  menyesuaikan dengan ajara Islam. 
Perbedaan  yang  kedua:  Islam agama  tauhid. Maka  bila filsafat  lain  masih  mencari Tuhan, maka  dalam filsafat Islam  Tuhan telah  ditemukan  melalui  informasi wahyu.
B.     Keunggulan filsafat islam
Hampir seluruh problematika-problematika besar tradisional- yakni, problematika Tuhan, alam  dan  manusia bisa dituntaskan oleh filsafat islam. Ia  memberikan  pandangan detail tentang  semua ini dengan terpengaruh  oleh  lingkungan  dan  kondisi  yang  melingkupinya, disamping  memanfaatkan kajian-kajian filosofis sebelumnya yang sampai kepadanya, baik itu dari timur maupun dari barat. Ia sampai  pada sekelompok pendapat yang jika berbeda dalam rincianya disebabkan oleh perbedaan tokoh-tokohnya, karena  ia bertemu dalam aliran universal dan teori-teori milik  bersama. Berikut  ini  beberapa keunggulan  filsafat Islam, diantaranya adalah [6]:
1.      Rasionalis
      Keunggulan filsafat Islam lainya adalah amat bertumpu  pada akal dalam menafsirkan problematika ketuhanan, manusia dan alam, karena wajib alwujud  adalah akal murni. Ia adalah subyek yang berfikir sekaligus obyek  pemikiran.
      Akal manusia merupakan salah satu potensi jiwa, dan disebut rational soul. Ia ada dua macam, pertama praktis bertugas  mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku. Kedua, teoritis khusus berkenaan dengan persepsi dan epistemology, karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-perssepsi inderawi dan meringkas pengertia-pengertian universal dengan bantuan akal aktif. Akal manusia bisa meningkat ke alam atas hingga berhubungan dengan akal-akal yang tidak ada pada benda, sehingga ia bisa mengetahui obyek-obyek  pemikiran sekaligus. di samping dapat menukik ke alam kesucian dan kenikmatan tinggi, dan inilah kebahagiaan tertinggi
      Dengan akal, kita menganalisa dan membuktikan. Dengan akal pula, kita menyingkap realita-realita ilmiah, karena akal merupakan salah satu pintu pengetahuan[7].
2.      Religius-Spiritual
      Filsafat  Islam  berlandaskan  pada  prinsip agama dan amat bertumpu pada ruh. Dikatakan filsafat religious, karena filsafat  Islam tumbuh di jantung Islam; tokoh-tokohnya dididik dengan ajaran-ajaran Islam. Filsafat Islam merupakan perpanjangan dari pembahasan-pembahasan keagamaan dan teologis yang ada sebelumnya, semisal Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kajian teologis pada dasarnya merupakan salah satu bab filsafat  yang seluruh pandangan akalnya dilandaskan kepada al-Qur’an  dan al-Hadits.
      Dengan cara  religius-spiritual ini, filsafat Islam bisa mendekati filsafat skolastik, bahkan sejalan dengan sebagian filsafat modern  dan kontemporer. Tokoh-tokoh agama di abad pertengahan tidak mungkin mengingkari filsafat yang mengemukakan teori penciptaan, membuktikan keabadian jiwa dan mempercayai balasan dan tanggung jawab, kebangkitan setelah mati dan kebahagiaan akhirat. Bahkan Roger Bacon [1294] sampai mengagumi teori khilafah dan imamah Islam, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Sina dalam kitab al-Syifa’, sehingga ia ingin menerapkan gelar  Kholifah Allah fi Ardihi kepada Paus.[8]
C.    Filsafat   sebagai  cara  berfikir  spekulatif,  sisitematis,  analitis, kritis, radikal, dan universal  ( bertanggung jawab).
      Berfilsafat  berarti berfikir, tetapi  tidak semua berfikir dapat  digolongkan berfilsafat kecuali memenuhi criteria  di bawah ini :
1.       Spekulatif dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak.
2.      Radikal artinya yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar
3.      Universal : seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
4.      Sistematis  artinya usaha untuk menguraikan dan  merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu system secara utuh, menyeluruh dan  terpadu.
5.       Analitis artinya memahami masalah dengan menguraikan masalah tersebut  menjadi bagian-ba kecil atau melacak implikasi dari masalah tersebut secara bertahap, termasuk didalamnya mem buat bagian-bagian tersebut menjadi sistematis.
6.      Kritis artinya sikap berhati-hati atau tidak  tergesa-gesa dalam merespon suatu pernyataan, apakah  kita sebaiknya menolak atau menerima.
D.    Filsafat sebagai analisa filosofis  untuk  mengetahui realitas  yang  sebenarnya.
      Filsafat  muncul  ke permukaan bumi  karena manusia  tidak puas terhadap  budaya  mitocentris  yang cenderung irasional. Atas  dasar ketidak  puasan itulah, akal manusia mulai bekerja, berusaha mencari  jawaban  dari segala permasalahan yang ada, baik yang berkaitan  dengan alam, manusia  maupun persoalan  yang berhubungan dengan Tuhan.
      Kita diberikan oleh Allah tiga mata; mata fisik, mata akal  dan mata hati. Pengamatan mata fisik sangat  terbatas. Penilaiannya  sering  tidak meleset, tidak akurat, tidak lengkap  dan  tidak sempurna, bahkan  terkadang  menipu  seperti  matahari  yang terlihat kecil oleh  mata kepala, ternyata  kondisi sebenarnya tidaklah  seperti itu, begitu pula fenomena fatamorgana  yang  nampak seolah-olah ada air, namun kenyataanya  nihil. Kerja pandangan mata yang  hasilnya terkadang tidak sesuai  dengan obyek aslinya harus diluruskan dengan akal. Oleh karena itu untuk  menemukan  hakikat  kenyataan dari  sebuah obyek yang ada, dibutuhkan kerja akal yang benar  dan maksimal.                 














BAB III
ALQUR’AN DAN MUKJIZATNYA
A.    Al-Qur’an berisi kesimpulan surat dari Allah kepada manusia dan mukjizatnya
Secara etimologi al-Qur’an  merupakan bentuk  masdar dari kata Qoroa  yang  artinya mengumpulkan atau  menghimpun. Dan qiroah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang laindalam suatu ucapan yang tersusun rapih.[9]
Secara terminology al-Qur’an sering  diartikan sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril sebagai mukjizat yang dimauali surah al fatihah dan diakhiri dengan surah an-nas.
Al-Qur’an setidaknya  mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai ajaran, dan bukti kebenaran  kerasulan Muhammad saw. Sebagai sumber ajaran, al-Qur’an memberikan berbagai norma keagamaan sebagai petunjuk  bagi kehidupan  ummat manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup  di dunia dan akhirat. Karena sifatnya  memberi arah, norma-norma tersebut kemudian dinamai syariah yang berarti jalan lurus.
Dalam kajian-kajian keagamaan, istilah syari’ah seringkali direduksi sehingga mempunyai konotasi norma-norma hokum belaka. Padahal, syari’ah mencakup berbagai segi ajaran keagamaan : akidah, akhlaq, ‘amaliyah dan sebagainya.
Disamping sebagai sumber ajaran, al-Qur’an juga disampaikan Tuhan untuk menjadi bukti kebenaran kerasulan Muhammad, terutama bagi mereka yang menentang dakwah-dakwahnya. Bukti-bukti kebenaran tersebut dalam kajian ilmu-ilmu al-Qur’an disebut mu’jizat. Dengan demikian, al-Qur’an sebagai mu’jizat berma’na bahwa al-Qur’an merupakan sesuatu yang mampu melemahkan tantangan menciptakan karya yang serupa denganya. Al-Qur’an telah berkali-kali  melontarkan tantangan kepada mereka [ kafir makah ] untuk membuat karya seperti al-Qur’an sebagaimana terekam dalam surah al-Isro’ ayat 88 :
@è% ÈûÈõ©9 ÏMyèyJtGô_$# ߧRM}$# `Éfø9$#ur #n?tã br& (#qè?ù'tƒ È@÷VÏJÎ/ #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ÿw tbqè?ù'tƒ ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ öqs9ur šc%x. öNåkÝÕ÷èt/ <Ù÷èt7Ï9 #ZŽÎgsß ÇÑÑÈ  
      “ katakanlah: sungguh andaikan manusia dan jin berkumpul untuk mengadakan yang serupa Qur’an ini, niscaya mereka tiada akan dapat membuat yang serupa Qur’an, biarpun sebagianya menjadi pembantu bagi sebagian yang lain “.
      Kemudian al-Qur’an menantang mereka untuk membuat 10 surat seperti surat-surat dalam al-Qur’an. Hal ini dijelaskan dalam surat Hud ayat 13 :
÷Pr& šcqä9qà)tƒ çm1uŽtIøù$# ( ö@è% (#qè?ù'sù ÎŽô³yèÎ/ 9uqß ¾Ï&Î#÷VÏiB ;M»tƒuŽtIøÿãB (#qãã÷Š$#ur Ç`tB OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB Èbrߊ «!$# bÎ) óOçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÊÌÈ  
      “ Atau mereka mengatakan: “ Dialah yang mengada-adakan al-Qur’an.”Katakanlah: “Kemukakanlah sepuluh surat yang diada-adakan itu yang menyamai al-Qur’an dan panggilah siapa pun yang sanggup selain Allah, kalau kamu benar”.
      Ada tiga penyair  hebat – Abul Ala Al-Ma’ri, Al-Mutanabbi dan Ibn al-Muqoffa- berusaha memenuhi tantangan ini. Ternyata mereka tidak sanggup menggubah satu ayat pun, sehingga mereka mematah-matahkan pena dan merobek –robek kertas mereka.[10]Akhirnya al-Qur’an menantang mereka untuk membuat satu surat saja, sebagaimana terbaca dalam surat Al-Baqoroh ayat 23 :
bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷ƒu $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#yygä© `ÏiB Èbrߊ «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÌÈ  
       “ Dan jika kamu masih ragu-ragu tentang kebenaran Al-Qur’an yang kami turunkan kepada hamba kami [ Muhammad ], cobalah kamu kamu kemukakan sebuah surat seumpama al-Qur’an dan panggilah pembantu-pembantu selain Allah, bila kamu benar “.
      Allah telah menentukan keabadian mukjizat islam sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya menandinginya, padahal waktu yang tersedia cukup panjang dan ilmu pengetahuan pun telah maju pesat.
      Pembicaraan tentang kemukjizatan qur’an juga merupakan satu macam mukjizat tersendiri, yang di dalamnya para penyelidik tidak bisa mencapai rahasia satu sisi daripadanya sampai ia mendapatkan di balik sisi itu sisi-sisi lain yang akan disingkapkan rahasia kemukjizatannya oleh zaman. Demekianlah persis dikatakan oleh ar-Rafi’i : betapa serupa quran, dalam susunan kemukjizatannya dengan system alam, yang dikerumuni oleh para ulam dari segala arah serta diliputi dari segala sisinya. Segala sisi itumereka jadi kan objek kajian dan penyelidikan, namun bagi mereka ia senantiasa tetap menjadi makhluk baru dan tempat tujuan yang jauh.
B.     Manusia sebagai objek dan subjek diturunkannya Al-Qur’an
      Wahyu yang terakhir yang diturunkan kepada nabi Muhammad merupakan penyempurna  sekaligus  korektor [ mushaddiq ]  bagi kitab-kitab  yang turun  sebelumnya. Al-Qur'an  dating  dengan membawa ribuan  pesan untuk manusia. Ribuan pesan yang  terurai  dalam  114  surat itu utamanya  ditujukan untuk  manusia  sebagai obyek central  diturunkanya al-Qur'an, sebagaimana  dijelaskan dalam al-Qur'an, surat  al-Jatsiyah : 20 :
#x»yd çŽÈµ¯»|Át/ Ĩ$¨Y=Ï9 Yèdur ×pyJômuur 5Qöqs)Ïj9 šcqãYÏ%qムÇËÉÈ  
      " Ini  adalah bashooir [ pedoman ] bagi manusia, serta petunjuk dan rahmat  bagi kaum yang meyakini "
      Manusia  dijadikan  sasaran  pokok diturunkanya al-Qur'an  karena posisi dia  sebagai kholifatullah [ wakil Allah ] di bumi. Untuk  menunjang  fungsinya sebagai kholifatullah filardh, maka Allah  membekalinya dengan akal dan nafsu. Namun perlu diperhatikan  bahwa akal dan nafsu yang melekat pada diri manusia  akan sangat  membahayakan  bagi  kestabilan kehidupan alam dan isinya  apabila  dibiarkan  bergerak liar. Oleh karena itu  dibutuhkan  sebuah  tuntunan  yang mengatur kehidupan manusia.
      Selain  manusia  menjadi objek diturunkanya al-Qur’an, manusia juga sebagai subjek yang diperintahkan untuk mempelajari, menghayati, meneliti dan memikirkan kandungan al-Qur’an sebagaimana diisyaratkan oleh ayat yang pertama kali turun, yaitu “ IQRO’”. Kata iqro’ tidak hanya memiliki  arti  membaca, namun lebih dari itu kata “ iqro” dimaknai membaca dengan meneliti, mendalami artinya.[11]
      Selanjutnya di dalam al-Qur’an terdapat  pula  ayat yang berisi kecaman terhadap orang  yang tidak  mau  memikirkan al-Qur’an, seperti bunyi ayat  24 surat Muhammad :
Ÿxsùr& tbr㍭/ytGtƒ šc#uäöà)ø9$# ôQr& 4n?tã A>qè=è% !$ygä9$xÿø%r& ÇËÍÈ  
      “ Maka  apakah  mereka tidak  memperhatikan al-Qur’an  bahkan pada hati mereka terpasang kunci-kun cinya
      Dengan membaca, merenungkan makna-maknanya, lalu memperagakan dalam kehidupan, maka diharapkan akan terwujud kehidupan yang Qur’ani sebagaimana kehidupan Rosulullah saw. Seandainya  bumi ini dihuni  oleh Muhammad-Muhammad kecil, niscaya tidak akan terdengar lagi pertumbahan darah akibat keserakahan dan ketamakan manusia, alam merasa nyaman dengan penghuninya, langit  menurunkan rahmatnya dan bumi  mengeluarkan berkahnya.

C.    Al-Qur’an memerintahkan manusia bersifilsafat (afala ta’qilun,afala tafakkarun, afala tadabbarun, afala tubsirun,dst….)
Akal adalah potensi (luar biasa) yang dianugerahkan Allah kepada manusia, karena dengan akalnya manusia memperoleh pengetahuan dengan berbagai hal. Dengan akalnya manusia dapat mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan yang buruk, mana yang menyelamatkan dan mana yang menyesatkan, mengetahui rahasia hidup dan kehidupan dan seterusnya.
Oleh karena itu, adalah pada tempatnya kalau agama dan ajaran islam memberikan tempat yang tinggi kepada akal, karena akal dapat digunakan memehami agama dan ajaran islam sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.
Berulangkali al-Qur’an memerintahkan manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya (QS. Saba’ : 46). Tuntutan dalam berpikir meliputi kesugguhan, tanggung jawab, dan kemanfaatan. 
            Berikut ini adalah  ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk selalu berpikir. (QS. Saba’: 46)
* ö@è% !$yJ¯RÎ) Nä3ÝàÏãr& >oyÏmºuqÎ/ ( br& (#qãBqà)s? ¬! 4Óo_÷WtB 3yŠºtèùur ¢OèO (#r㍤6xÿtGs? 4 $tB /ä3Î6Ïm$|ÁÎ/ `ÏiB >p¨ZÅ_ 4 ÷bÎ) uqèd žwÎ) ֍ƒÉtR Nä3©9 tû÷üt/ ôytƒ 5>#xtã 7ƒÏx© ÇÍÏÈ  
      “ Katakanlah,”Aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu agar kamu menghadap Allah dengan ikhlas berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian agar kamu pikirkan (tentang Muhammad). Kawanmu itu tidak gila sedikitpun. Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras.”[12]         
D.    Manusia sebagai hamba Allah dan khalifahnya
Allah Yang Mahakuasa lagi Maha Bijaksana dengan kehendak-kehendak-Nya, menciptakan dunia dan seluruh isinya. Kemudian menjadikan manusia untuk tinggal di dalamnya dengan tujuan memperhambakan diri kepada-Nya sekaligus menjadi khalifah-Nya. Manusia harus berperan sebagai khalifah di bumi, untuk mengatur, mengelola, mengelola, mengembangkan dan membangun dunia ini. Baik itu di bidang ekonomi, pendidikan, pertanian, kemasyarakatan, pembangunan dan lain-lain sesuai syariat-Nya. 
Ini telah dinyatakan melalui Al Quranul Karim, Firman Allah:
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
 "Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi." (Al Baqarah: 30)
      Allah berfirman lagi:
§NèO öNä3»oYù=yèy_ y#Í´¯»n=yz Îû ÇÚöF{$# .`ÏB öNÏdÏ÷èt/ tÝàZoYÏ9 y#øx. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÍÈ  
       "Kemudian Kami jadikan kamu khalifah-khalifah di bumi menggantikan mereka yang telah dibinasakan itu." (Yunus: 14)
      Meskipun Al Quranul Karim telah memberitahukan tugas dan tanggung jawab manusia di dunia ini dan diberitahu mereka yang menunaikan tanggung jawab akan masuk ke surga, sedangkan yang tidak bertanggung jawab akan ke neraka, namun tidak semua manusia percaya berita ini dan beriman dengannya. Bahkan yang percaya dan beriman dengannya pun, karena tidak mampu melawan nafsu dan memiliki kepentingan-kepentingan pribadi, banyak yang tidak dapat benar-benar memperhambakan diri kepada Allah dan gagal menjadi khalifah-Nya yang mengatur dan mengelola dunia ini dengan syariat-Nya. Karena itulah Allah berfirman:
tbqè=yJ÷ètƒ ¼çms9 $tB âä!$t±o `ÏB |=ƒÌ»pt¤C Ÿ@ŠÏW»yJs?ur 5b$xÿÅ_ur É>#uqpgø:$%x. 9rßè%ur BM»uÅ#§ 4 (#þqè=yJôã$# tA#uä yŠ¼ãr#yŠ #[õ3ä© 4 ×@Î=s%ur ô`ÏiB yÏŠ$t6Ïã âqä3¤±9$# ÇÊÌÈ  
 "Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (Saba ': 13)
      Untuk mengenal dan mengetahui secara umum mengenai manusia yang hidup di dunia ini, termasuk diri kita sendiri, kita akan memperlihatkan tingkat-tingkat manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi ini. Nanti kita akan dapat mengira dan menduga di tingkat mana kita ini baik itu di tingkat yang taat atau tingkat yang durhaka, tingkat yang bertanggung jawab atau yang cuai.Pembagian manusia sebagai hamba Tuhan sekaligus khalifah-Nya adalah seperti berikut:
1. Golongan yang tidak tahu atau tidak sadar yang mereka itu hamba Tuhan dan khalifah-Nya.
Mereka ini adalah kaum yang tidak tahu, tidak sadar atau tidak mengambil tahu apakah dirinya hamba dan khalifah Allah atau tidak karena mereka tidak beriman dengan Al Quran dan As Sunnah.Oleh itu sudah tentu mereka tidak memperhambakan diri kepada Tuhan. Kalau ada yang memperhambakan diri serta membuat penyembahan tetapi bukan kepada Allah dan caranya juga tidak seperti yang Allah kehendaki. Begitu juga mereka mengatur kehidupan di dunia ini, tidak dengan syariat Tuhan tetapi dengan ideologi yang mereka buat sendiri. Mereka tidak akan mengacu kepada peraturan Allah karena mereka tidak menganggap dirinya khalifah Allah. Mereka berbuat sesuka hati. Mereka mengelola kehidupan sama sekali tidak dihubungkan dengan Allah.Mereka itulah golongan orang-orang kafir.
2. Golongan yang tahu bahwa mereka adalah hamba dan khalifah Allah di bumi tetapi rasa kehambaan dan kekhalifahannya tidak ada atau tidak ada. Golongan ini tahu dan sadar bahwa mereka adalah hamba Allah dan khalifah-Nya di bumi tetapi karena jahil, lemah melawan hawa nafsu, cinta dunianya begitu kuat, kepentingan pribadinya terlalu banyak, maka yang demikian rasa kehambaannya kepada Allah begitu lemah. Maka dia cuai memperhambakan diri kepada Allah.Sebab itulah pengabdiannya kepada Allah lemah dan ceroboh. Bisa jadi tidak ada sama sekali.Begitu juga rasa kekhalifahannya kepada Allah sudah tipis. Syariat Allah tidak berjalan di dalam usaha, perjuangan dan pemerintahannya. Karena itu dalam berusaha, berjuang, mengatur, mengelola, membangun dan memajukan dunia ini, mereka sudah tidak ada rasa tanggung jawab kepada Allah. Maka mereka pun melakukan sewenang-wenang di bumi ini. Hukum yang dikembangkan adalah berdasarkan akal atau ideologi atau pragmatisme bukan dari Al Quran dan As Sunnah lagi. Kalau ada pun hanya di sudut-sudut yang sangat terbatas atau di aspek-aspek tertentu saja. Mereka ini adalah kaum Muslim yang fasik atau zalim dan ditakuti, kalau dibiarkan terus bisa membawa kepada kekufuran.
3. Golongan yang merasa kehambaan dan kekhalifahan kepada Allah di bumi. Rasa kehambaan dan rasa kekhalifahannya kepada Allah itu kuat. Oleh itu mereka dapat melahirkan sifat-sifat kehambaan dan memperhambakan diri kepada Allah dengan memperbaiki yang fardhu dan sunat dengan sungguh-sungguh. Mereka juga dapat bertanggung jawab sebagai khalifah-Nya di bumi sesuai dengan posisi dan kemampuan masing-masing. Mereka benar-benar bertanggung jawab dengan sebaik-baiknya di sudut-sudut kekhalifahannya. Syariat Tuhan berjalan di dalam kepemimpinan mereka yang mereka urus berdasar bidang dan peran masing-masing sesuai dengan kemampuan mereka. Itulah golongan orang yang saleh. Mereka dibagi menjadi beberapa bagian pula yaitu: Golongan yang sederhana (golongan ashabul yamin ) ,Golongan muqarrobin dan kaum as Siddiqin
4. Golongan yang sifat kehambaannya dan memperhambakan diri kepada Allah lebih menonjol dari kekhalifahannya kepada Allah. Maksudnya mereka yang dari golongan orang saleh tadi, ada di antara mereka, penumpuannya kepada beribadah kepada Allah lebih terlihat dan menonjol dengan menghabiskan waktu beribadah, memperbanyak fadhoilul 'amal , berzikir, membaca Al Quran, bertasbih, bersalawat dan mengerjakan praktek sunat baik itu shalat sunat maupun puasa sunat.Karena itu mereka tidak dibebankan dengan tugas-tugas masyarakat yang berat-berat.
Mungkin sifat-sifat kepemimpinannya tidak menonjol atau lemah dibandingkan dengan kehambaannya maka orang tidak menunjuk mereka menjadi pemimpin. Kalau ada pun sekedar pemimpin keluarga dan masyarakat desa. Sekedar itulah daerah kekhalifahannya. Maka dari itu waktu mereka adalah untuk memperbanyak ibadah. Golongan ini dikatakan abid yang baik.
5. Golongan yang sifat kekhalifahannya kepada Allah lebih menonjol dari sifat kehambaannya Mereka ini yang biasanya diberi tanggung jawab kepemimpinan dan mengelola kemasyarakatan oleh orang karena kharisma dan sifat-sifat kepemimpinan mereka yang menonjol. Mereka mungkin menjadi pemimpin negeri atau negara atau sebuah jamaah yang besar. Waktunya lebih banyak digunakan atau ditujukan untuk memimpin dan membangun dan menyelesaikan masalah masyarakat. Kepemimpinannya berjalan mengikuti Islam. Mereka mengerjakan ibadah secara sederhana saja. Tidak terlalu lemah dan tidak juga terlalu banyak. Golongan ini dianggap pemimpin yang baik.
6. Golongan yang rasa kehambaannya dan kekhalifahannya sama-sama menonjol. Golongan ini adalah mereka yang menjadi pemimpin baik itu pemimpin-pemimpin negeri, negara atau kekaisaran yang menjalankan hukum-hukum Allah di dalam kepemimpinannya. Mereka ini sibuk sungguh dan menghabiskan waktu untuk memimpin dan beribadah. Sibuk dengan masyarakat, sibuk juga dengan Allah. Makin kuat dengan manusia, semakin kuat pula mereka dengan Allah. Hablumminallah danhablumminannas sama-sama naik, sama kuat, maju. Kedua bidang sangat meriah. Nampak terlihat sama-sama maju. Inilah yang dikatakan abid yang memimpin, yang luar biasa, yang sangat cemerlang seperti Khulafaur Rasyidin dan Sayidina Umar Abdul Aziz. kepemimpinan mereka luar biasa. Ibadah mereka juga luar biasa. Kepemimpinan mereka sangat adil dan sangat bertanggung jawab kepada rakyat baik ituuntuk dunia rakyatnya atau akhirat rakyatnya. Di samping itu ibadah mereka sangat kuat dan banyak terutama di waktu malam. Mari kita dengar apa kata Sayidina Umar Ibnul Khattab yang kurang lebih begini, "Kalau saya banyak tidur di siang hari, akan terabaikan urusan saya dengan rakyat. Kalau banyak tidur di malam hari, akan terabaikan urusan saya dengan Allah. "Ini adalah kaum abid dan sekaligus pemimpin yang sangat baik.

BAB IV
AL-QUR’AN SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang di sengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan agama Islam sebagaisuatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan bagi
semua kegiatan didalamya. Dasar Pendidikan Agama Islam secara garis besar ada tigayaitu:Al-qur`an, as-sunnah, dan perundangan yang berlaku di Negara kita.
Al-Qur`an Secara lengkap al-Qur`an didefenisikan sebagai firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad Ibn Abdillah, melalui ruh al-Amin dengan lafal-lafalnya yang berbahasa arab dan maknanya yang benar, agar menjadi hujjahbagi Rasul bahwa ia adalah Rasulullah, dan sebagai undangundang bagi manusia dan memberi petunjuk kepada mereka, serta menjadi sarana pendekatan dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Dan Ia terhimpun dalam sebuah mushaf, diawali dengan surat al- fatihah dan diakhiri dengan surat al-naas, disampikan kepada kita secara mutawatir baik secara lisan maupun tulisan dari generasi kegenerasi, dan ia terpelihara dari berbagai perubahan atau pergantian Islam adalah agama yang membawa misi umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.
Al-Qur`an merupakan landasan paling dasar yang dijadikan acuan dasar hukum tentang Pendidikan Agama Islam. Firman Allah tentang Pendidikan Agama Islam dalam Al-qur`an Surat Al–alaq ayat sampai ayat 5, yang berbunyi sebagai berikut: Artinya : 
“ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak di ketahuinya.” 
Dari ayat-ayat tersebut diatas dapatlah di ambil kesimpulanbahwa seolah-olah Tuhan berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan Pencipta manusia (dari segumpal darah),selanjutnya untuk memperkokoh keyakinan dan memeliharanya agar tidak luntur hendaklah melaksanakan pendidikan dan pengajaran.[13]

BAB V
PENUTUP
      Puji syukur kehadirat Allah SWT alhamdulillah, berkat rahmat dan taufikNya akhirnya makalah ini bisa terselesaikan tanpa hambatan yang berarti. Besar harapan penulis , makalah ini dapat memberi manfaat untuk semua.
      Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, masih terdapat banyak kekurangan, keritik yang konstruktif dan saran demi sempurnanya makala ini penulis harapkan.
A.    KESIMPULAN
Kita semua bisa  menyampaikan sesuatu, berpikir, bertindak dengan bebas dengan mengajukan argumen-argumen yang dapat memberikan suatu keyakinan yang mantap dan dapat diterima dengan akal dan dengan dalil-dalil yang terperinci (Al-Qur’an dan Hadits).
      Adapun cara yang dapat memberikan agar manusia memperoleh kemudahan dalam filsafat  dengan dalil Al-Qur’an dan Hadits adalah :
a.      Dengan belajar sungguh-sungguh mencari ilmu sebanyak-banyaknya, karena semakin banyak yang kita tahu maka semakin banyak pula yang tidak kita tahu.
b.      Senantiasa menjaga diri dari segala prilaku yang tidak baik.
c.      Senantiasa memakmurkan  majelis taklim yang mengkaji (Al-Qur’an dan Hadits) serta aktif di dalamnya.

B.    SARAN-SARAN
Dosen atau guru hendaknya bukan sekedar mengajar, tetepai juga mendidik karena mendidik dapat meningkatkan karakter siswa termasuk didalamnya berprilaku positif, dan memberikan pengertian bagaimana mahasiswa dapat memahami setiap pembahasan didalam kelas, dan dosen juga harus selalu memberikan motivasi belajar kepada mahasiswa.
Dan mahasiswa juga hendaknya bisa lebih memanfaatkan waktu, dan tidak menyia-nyiakan waktu. Kita sebagai mahasiswa hendaknya  lebih bisa mencermati tentang apa yang telah dosen paparkan didepan kelas supaya kita semua bisa menjadi orang yang sukses.


[1] Prof.Dr.Ahmad Tafsir, fisafat umum akal dan hati Thales Sampai capra,(Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,2008),hal.1.
[2] Taufiq Thawil, Usus Al Falsafah (Kairo:Dar al nah al arabiyyah,1979),hlm 45.
[3] Prof.H.M.Arifin M.ED, Filsafat pendidikan Islam
[4]Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 2.
[5]Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat  Umum, Bandung: PT Remaja  Rosdakarya, cet. 12,h. 12.
[6] Dr. Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet. 3, hal. 244.
[7]Dr. Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, hal. 250.
[8] Dr. Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, hal. 246.
[9] Mana’ al Qattahn h.15
[10] Dr. Abu Zahra An-Najdi, Al-Qur’an dan Rahasia angka-angka, 2001, Bandung: Pustaka      Hidayah, h. 10.
[11] Ibid., hal. 392.
[12] QS.As-Saba’ ayat 46 dan terjemahnya.
[13] Dasar-dasar pendidikan islam hal. 55
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Leave a comment