BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Nama
filsafat sudah dikenal manusia sejak tahun (624-546 SM) dan yang mula-mula
sekali menggunakan akal secara serius adalah orang Yunani yang bernama Thles.
Orang inilah yang digelar Bapak filsafat. Gelar itu diberikan kepadanya karena
ia pernah mengajukan pertanyaan yang aneh, yaitu : apakah sebenarnya bahan alam
semesta ini? Ia sendiri menjawab : air. Setelah itu silih bergantilah filosof
sezamannya dan sesudahnya mengajukan jawabannya. Semakin lama persoalan yang
diperkirakan oleh manusia semakin luas, dan semakin rumit pula pemecahannya.
Buah
pikiran, yaitu hasil akal, yang mulai mengagetkan manusia awam,barangkali
pertama kali dilontarkan oleh Heraclitus yang hidup sekitar tahun 500-an SM,
yaitu tatkala ia berkata bahwa sesunggahnya yang sungguh-sungguh ada, yang
hakikat, ialah gerak dan perubahan. Kemudian filosof lain, berhasil menyusun
argumentasi untuk membuktikan sebaliknya yang hakikat. Kalau kita melihat anak
panah yang meluncur dari busurnya yang bergerak, sesungguhnya anak panah itu
dapat dibuktikan oleh Parmanides tidak bergerak alia diam.[1]
Dalam
arti pengetahuan sejati (pengetahuan yang benar),kata philosopia bertahan mulai
plato sampai Aristoteles, tetapi objeknya meliputi juga ilmu, yaitu usaha untuk
mencari sebab yang universal.[2]pembentukan
kata filsafat menjadi kata Indonesia diambil dari kata barat fil dan safat dari
kata Arab sehingga terjadilah gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata
filsafat.
Menurut
Jhon Dewey bahwa ada hubungan erat antara filsafat dengan pendidikan. Oleh
sebab itu filsafat dan pendidikan sering. Yaitu sama-sama memajukan manusia,
hanya saja filsafat lebih memperhatikan tugas yang berkaitan dengan strtegi
pembentukan manusia, sedang ahli pendidik lebih memperhatikan pada taktik
(cara) agar strategi itu terwujud dalam kehidupan sehari-hari melalui proses
kependidikan.[3]
Dalam
Al Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menyeru dan menganjurkan supaya
menggunakan akal pikiran dan filsafat. Diantara ayat-ayat tersebut adalah:
Pertama,
artinya: “kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan Allah mahakuasa atas
sesuatu, sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya
malam dan siang malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengingat Allah
sambil berdiri dan duduk dan dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi( seraya
berkata) : “ya tuhan kami, tidaklah enkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha suci engkau, maka peliharalah kami dari api siksa neraka”.(QS.
Ali Imran:189-191).
Kedua,
artinya: “Dan sesungguhnya kami jadikan isi neraka jahannam kebanyakan Jin dan
Manusia,mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami
(ayat-ayat kebesaran Allah),dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan
melihat(tanda-tanda kebesaran Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak
dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah) mereka itu seperti binatang
ternak, bahkan lebih dari sesat. Mereka itulah orang-orang yang lain”.(QS.Ali
Imran: 179)
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan judul dari makalah ini, dan supaya pembahasan materi tidak
terlalu melebar sehingga akan menyulitkan terhadap pemahaman, maka penulis
merasa perasa perlu memberikan perumusan masalah yaitu sebagai berikut:
Bagaimana
filsafat sebagai analisa filosofis tentang Al Qur’an sebagai dasar pendidikan
Islam?
Apa
konsep Al Qur’an sebagai dasar pendidikan islam?
Apa
kontribusi filsafat sebagain sebagai analisa filosofis tentang Al Qur”an
sebagai dasar pendidikan islam?
C.
Penyusunan
Kerangka Berfikir
Pembahasan
ini merupakan suatu usaha untuk meluruskan pemahaman bahwa pentingnya memahami
Al Qu’an sebagai dasar pendidikan.penulis menyadari bahwasanya keterbelakangan
umat islam saat ini karena manusia meninggalkan Al Quran.
Kita
sebagai umat islam seharusnya mengedepankan Al Quran dibanding yang
lainnya.karena itulah saya mengambil judul makalah yang berkaitan dengan Al
Qur”an sebagai dasar pendidikan.
D.
Tujuan
dan Manfaat Membuat Makalah
1. Tujuan
penulisan
a. Untuk
ikut memberikan sumbangsih dalam rangka memperkaya pembendaharaan kajian
tentang pendidikan.
b. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah filsafat sebagai salah satu syarat untuk dsapat
menyelesaikan kuliah.
2. Manfaat
penulisan
a. Mengetahui
lebih jauh bagaimana cara menerapkan pendidikan dengan Alqur’an
b. Mengetahui
bagaimana cara menganalisis pendidikan dengan filsafat.
3. Metode
Penelitian
Penelitian
ini bersifat kepustakaan murni atau libraryresearch. Artinya data-data yang
digunakan berasal dari sumber
kepustakaan baik primer maupun skunder, baik berupa buku, majalah, ensklopedia,
jurnal dan lain-lain. Adapun model
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah model
penelitian kompratif. Model ini mengenai analisis analogi faktual yang dikabarkan
dalam Al Qur’an sejak 14 abad laludan baru ditemukan dalam kajian sains pada
akhir-akhir ini khususnya melalui jalur filsafat.
Metode
yang digunakan adalah deskriftif sintensis. Deskriftif memberikan gambaran
mengenai Al Qu’an sebagai dasar pendidikan. Dalam hal ini penulis berusaha
memberikan penjelasan dan penggambaran mengenai filsafat sebagai analisa
filosofis tentang Al Qur’an sebagai dasar pendidikan islam. Sintensis adalah
suatu usaha mencari kesatuan untuk mencari titik temu antara Al Qur’an dan
pendidikan melalui analisa filosofis sehingga jelas akan keterkaitannya.
4. Sistematika
Penulisan
Untuk
menyusun sebuah makalah yang baik dan sistematis serta demi mempermudah alur
pembahasan dan pemahaman masalah, penulis merasa perlu menyusun sebuah
sistematika, oleh karena itu , penulis akan menyajikan makalah ini dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab
I pendahuluan
A. Latar
belakang masalah
B. Rumusan
masalah
C. Penyusunan
kerangka berfikir
D. Tujuan
dan manfaat membuat makalah
E. Metode
F. Sistematika
penulisan
Bab
II filsafat dan filsafat islam
A. Defenisi
dan pendapat para ahli tentang filsafat dan filsafat islam
B. Keunggulan
filsafat islam
C. Filsafat
sebagai cara berfikir spekulatif, sistematis, analisis,kritis, radikal dan
unuversal
D. Filsafat
sebagai analisa filosofis untuk mengetahui realitas yang sebenarnya
Bab
III Al Quran dan Mukjizatnya
A. Al
Quran berisi kumpulan surat dari Allah kepada manusia dan mukjizatnya
B. Manusia
sebagai objek dan subjek diturunkan Al quran
C. Al
quran memerintahkan manusia berfilsafat
D. Manusia
sebagai hamba allah dan khalifahnya
Bab
IV Al Quran sebagai dasar pendidikan Islam
Bab
V Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran-saran.
BAB II
FILSAFAT DAN FILSAFAT ISLAM
A.
Devenisi
dan pendapat para ahli tentang filsafat dan filsafat islam serta kesimpulan
Kata
filsafat baerasal dari kata filosofia
yang berarti mencintai
kebijaksanaan. Ada juga yang mengatakan kata
filsafat berasaldari kata
philosophis, rangkaian kata majmuk
dari kata philien atau
philia yang artinya cinta,
dan Sophia yang
berarti kearifan. Jadi secara harfiyah, filsafat adalah
mencintai kekebijaksanaan atau
kearifan. Yang dimaksud kebijaksanaan [ wisdom ] adalah berfikir mendalam dalam
bidang intelektual.
Adapun
secara terminology para pakar filsafat berbeda
dalam memberikan definisi, diantaranya adalah :
1. Plato
memberikan pengertian bahwa
filsafat adalah suatu
penyelidikan terhadap sifat dasar
yang penghabisan dari kenyataan.[4]
2. Aristoteles
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran dan yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, estetika, ekonomi, dan
politik
3. Immanuel
kannt mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokokpangkal
dari segala pengetahuan, yang di dalamnya tercakup masalah epistemology yang
menjawab persoalan apa yang harus kita kerjakan. Masalah ketuhanan yang
menjawab persoalan harapan kita dan masalah manusia
4. al-Farabi mendefinisikan filsafat
adalah ilmu yang
menyelidiki hakikat yang
sebe
narnya
dari segala hal
yang ada.
5. Rene Descartes
menyatakan bahwa filsafat
adalah kumpulan dari
segala pengetahuan
baik
berkaitan dengan Tuhan, manusia maupun
alam.
6. William James
memberikan pengertian; filsafat
merupakan kumpulan pertanyaan yang
belum
pernah terjawab secara
memuaskan.
7. Runes filsafat
adalah penjelasan intelektual
tentang kenyataan yang ada.[5]
8. Poejawijanta
(1974:11) filsafat sejenis pegetahuan yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka
9. Hasbullah
Bakry (1971:11)mengatakan bahwa filsfat ialah sejenis pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta,
dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatya
sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu
seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Selanjutnya secara
sederhana yang dimaksud
dengan filsafat Islam adalah
filsafat yang dicelup ajaran Islam dalam
membahas hakikat kebenaran sesuatu.
Terdapat beberapa pandangan mengenai matriks filsafat Islam.
Terdapat beberapa pandangan mengenai matriks filsafat Islam.
1.
Mayoritas
orientalis. Filsafat Islam adalah kelanjutan dari filsafat Yunani kuno: ‘It is Greek philosophy in Arabic garb’, demikian kata
Renan, Gutas, dan Adamsonyang lebih suka menyebutnya sebagai ‘filsafat
[berbahasa] Arab’ (Arabic Philosophy).Dibalik pandangan ini terselip
rasisme intelektual bahwa filsafat itu murni produk Yunani dan karenanya kaum
Muslim sekadar mengambil danmemelihara untuk diwariskan kepada generasi sesudah
mereka. Memang, dalam literatur sejarah filsafat dunia, peran dan kedudukan
filsafat Islam seringkali dimarginalkan dan direduksi, atau bahkan diabaikan
sama sekali. Mulai dari Hegel sampai Coplestone dan Russell, filsafat Islam
hanya dibahas sambil lalu,sebagai “jembatan peradaban” (Kulturvermittler)dari Zaman Kegelapan ke Zaman
Pencerahan.
2.
Rohib
Maimonides filsafat Islam itu reaksi terhadap doktrin-doktrin agama lain yang
telah berkembang pada masa lalu. Para pemikir Muslim dituduh telah mencomot dan
terpengaruh oleh tradisiYahudi-Kristen. Rahib Maimonides berkata: “Ketahuilah
olehmu bahwa semua yang dilontarkan oleh orang Islam dari golongan Mu‘tazilah
maupun Asy‘ariyah mengenai masalah-masalah ini berasas pada sejumlah
proposisi-proposisi yang diambil dari buku-buku orang Yunani dan Syria yang
ditulis untuk menyanggah para filosof dan mematahkan argumen-argumen mereka.”
Dua sudut pandang tersebut di atas dikritik tajam antara lain oleh
Seyyed Hossein Nasr. Orientalis yang menganut perspektif Greco-Arabic biasanya mengkaji filsafat Islam
sebagai barang purbakala atau artifak museum, sehingga pendekatannya melulu
historis dan filologis. Di mata orientalis semisal Van den Bergh, Walzer dan
Gutas, filsafat Islam itu ibarat sesosok mummi yang hidup antara abad ke-9
hingga ke-12 Masehi. Akibatnya, lanjut Nasr, para orientalis itu tidak tahu dan
tak peduli akan fakta filsafat Islam sebagai kegiatan intelektual yang terus
hidup dari dahulu sampai sekarang: Islamic philosophy has remained a major
intellectual activity and a living intelllectual tradition within the citadel
of Islam to this day, di pusat-pusat keilmuan di Dunia Islam.
3.
Perspektif
Revisionis yang memandang filsafat Islam itu lahir dari kegiatan intelektual
selama berabad-abad semenjak kurun pertama Islam. Bukankah perbincangan tentang
kemahakuasaan dan keadilan Tuhan,tentang hakikat kebebasan dan tanggung-jawab
manusia merupakan cikal bakal tumbuhnya filsafat? Munculnya kelompok
Khawarij, Syi‘ah,Mu‘tazilah dan lain-lain,yang melontarkan pelbagai argumen
rasional disamping merujuk kepada ayat-ayat al-Qur’an jelas sekali mendorong
berkembangnya pemikiran filsafat dalam Islam. Contohnya sepucuk surat dari
al-Hasan al-Basri kepada Khalifah perihal qadha dan qadar, dimana beliau
menangkis argumen kaum fatalis maupun argumen rasionalis sekular. Perdebatan
seru segera menyusul di abad-abad berikutnya seputar kedudukan logika, masalah
atom, ruang hampa, masa, dan yang tak terhingga dalam hubungannya dengan
kewujudan Tuhan serta keazalian dan keabadian alam semesta.
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan
bahwa antara filsafat umum
dan filsafat Islam terdapat beberapa
perbedaan, diantaranya
adalah pertama : meski semula filusuf-filusuf muslim klasik
menggali kembali berbagai karya
filsafat Yunani terutama
Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian
menyesuaikan dengan ajara Islam.
Perbedaan yang
kedua: Islam agama tauhid. Maka
bila filsafat lain masih
mencari Tuhan, maka dalam
filsafat Islam Tuhan telah ditemukan
melalui informasi wahyu.
B.
Keunggulan
filsafat islam
Hampir
seluruh problematika-problematika besar tradisional- yakni, problematika Tuhan,
alam dan
manusia bisa dituntaskan oleh filsafat islam. Ia memberikan
pandangan detail tentang semua
ini dengan terpengaruh oleh lingkungan
dan kondisi yang
melingkupinya, disamping
memanfaatkan kajian-kajian filosofis sebelumnya yang sampai kepadanya,
baik itu dari timur maupun dari barat. Ia sampai pada sekelompok pendapat yang jika berbeda
dalam rincianya disebabkan oleh perbedaan tokoh-tokohnya, karena ia bertemu dalam aliran universal dan
teori-teori milik bersama. Berikut ini
beberapa keunggulan filsafat
Islam, diantaranya adalah [6]:
1. Rasionalis
Keunggulan filsafat Islam lainya adalah
amat bertumpu pada akal dalam
menafsirkan problematika ketuhanan, manusia dan alam, karena wajib alwujud adalah akal murni. Ia adalah subyek yang
berfikir sekaligus obyek pemikiran.
Akal manusia merupakan salah satu potensi
jiwa, dan disebut rational soul. Ia
ada dua macam, pertama praktis bertugas
mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku. Kedua, teoritis khusus
berkenaan dengan persepsi dan epistemology, karena akal praktis inilah yang
menerima persepsi-perssepsi inderawi dan meringkas pengertia-pengertian
universal dengan bantuan akal aktif. Akal manusia bisa meningkat ke alam atas
hingga berhubungan dengan akal-akal yang tidak ada pada benda, sehingga ia bisa
mengetahui obyek-obyek pemikiran sekaligus.
di samping dapat menukik ke alam kesucian dan kenikmatan tinggi, dan inilah
kebahagiaan tertinggi
Dengan akal, kita menganalisa dan
membuktikan. Dengan akal pula, kita menyingkap realita-realita ilmiah, karena
akal merupakan salah satu pintu pengetahuan[7].
2. Religius-Spiritual
Filsafat Islam
berlandaskan pada prinsip agama dan amat bertumpu pada ruh.
Dikatakan filsafat religious, karena filsafat
Islam tumbuh di jantung Islam; tokoh-tokohnya dididik dengan
ajaran-ajaran Islam. Filsafat Islam merupakan perpanjangan dari
pembahasan-pembahasan keagamaan dan teologis yang ada sebelumnya, semisal
Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kajian teologis pada dasarnya merupakan salah satu
bab filsafat yang seluruh pandangan
akalnya dilandaskan kepada al-Qur’an dan
al-Hadits.
Dengan cara religius-spiritual ini, filsafat Islam bisa
mendekati filsafat skolastik, bahkan sejalan dengan sebagian filsafat
modern dan kontemporer. Tokoh-tokoh
agama di abad pertengahan tidak mungkin mengingkari filsafat yang mengemukakan
teori penciptaan, membuktikan keabadian jiwa dan mempercayai balasan dan
tanggung jawab, kebangkitan setelah mati dan kebahagiaan akhirat. Bahkan Roger
Bacon [1294] sampai mengagumi teori khilafah dan imamah Islam, seperti yang
dijelaskan oleh Ibnu Sina dalam kitab al-Syifa’,
sehingga ia ingin menerapkan gelar Kholifah Allah fi Ardihi kepada Paus.[8]
C. Filsafat
sebagai cara berfikir
spekulatif, sisitematis, analitis, kritis, radikal, dan universal ( bertanggung jawab).
Berfilsafat berarti berfikir, tetapi tidak semua berfikir dapat digolongkan berfilsafat kecuali memenuhi
criteria di bawah ini :
1. Spekulatif dalam menyusun sebuah lingkaran dan
menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya
dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun
pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak.
2. Radikal
artinya yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar.
Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria
tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu
apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan
menentukan titik yang benar
3. Universal
: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari
segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang
lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan
membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong
dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan
dia tidak tahu apa-apa.
4. Sistematis artinya usaha untuk menguraikan dan merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur
dan logis sehingga membentuk suatu system secara utuh, menyeluruh dan terpadu.
5. Analitis artinya memahami masalah dengan
menguraikan masalah tersebut menjadi
bagian-ba kecil atau melacak implikasi dari masalah tersebut secara bertahap,
termasuk didalamnya mem buat bagian-bagian tersebut menjadi sistematis.
6. Kritis
artinya sikap berhati-hati atau tidak
tergesa-gesa dalam merespon suatu pernyataan, apakah kita sebaiknya menolak atau menerima.
D.
Filsafat
sebagai analisa filosofis untuk mengetahui realitas yang
sebenarnya.
Filsafat
muncul ke permukaan bumi karena manusia tidak puas terhadap budaya
mitocentris yang cenderung
irasional. Atas dasar ketidak puasan itulah, akal manusia mulai bekerja,
berusaha mencari jawaban dari segala permasalahan yang ada, baik yang
berkaitan dengan alam, manusia maupun persoalan yang berhubungan dengan Tuhan.
Kita diberikan oleh Allah tiga mata; mata fisik,
mata akal dan mata hati. Pengamatan mata
fisik sangat terbatas. Penilaiannya sering
tidak meleset, tidak akurat, tidak lengkap dan
tidak sempurna, bahkan
terkadang menipu seperti
matahari yang terlihat kecil oleh mata kepala, ternyata kondisi sebenarnya tidaklah seperti itu, begitu pula fenomena
fatamorgana yang nampak seolah-olah ada air, namun
kenyataanya nihil. Kerja pandangan mata
yang hasilnya terkadang tidak
sesuai dengan obyek aslinya harus
diluruskan dengan akal. Oleh karena itu untuk
menemukan hakikat kenyataan dari sebuah obyek yang ada, dibutuhkan kerja akal
yang benar dan maksimal.
BAB
III
ALQUR’AN
DAN MUKJIZATNYA
A.
Al-Qur’an
berisi kesimpulan surat dari Allah kepada manusia dan mukjizatnya
Secara
etimologi al-Qur’an merupakan
bentuk masdar dari kata Qoroa yang
artinya mengumpulkan atau
menghimpun. Dan qiroah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu
dengan yang laindalam suatu ucapan yang tersusun rapih.[9]
Secara
terminology al-Qur’an sering diartikan sebagai
kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat
jibril sebagai mukjizat yang dimauali surah al fatihah dan diakhiri dengan
surah an-nas.
Al-Qur’an
setidaknya mempunyai dua fungsi utama,
yaitu sebagai ajaran, dan bukti kebenaran
kerasulan Muhammad saw. Sebagai sumber ajaran, al-Qur’an memberikan
berbagai norma keagamaan sebagai petunjuk
bagi kehidupan ummat manusia
untuk mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Karena sifatnya
memberi arah, norma-norma tersebut kemudian dinamai syariah yang berarti
jalan lurus.
Dalam
kajian-kajian keagamaan, istilah syari’ah seringkali direduksi sehingga mempunyai
konotasi norma-norma hokum belaka. Padahal, syari’ah mencakup berbagai segi
ajaran keagamaan : akidah, akhlaq, ‘amaliyah dan sebagainya.
Disamping
sebagai sumber ajaran, al-Qur’an juga disampaikan Tuhan untuk menjadi bukti
kebenaran kerasulan Muhammad, terutama bagi mereka yang menentang
dakwah-dakwahnya. Bukti-bukti kebenaran tersebut dalam kajian ilmu-ilmu
al-Qur’an disebut mu’jizat. Dengan
demikian, al-Qur’an sebagai mu’jizat berma’na bahwa al-Qur’an merupakan sesuatu
yang mampu melemahkan tantangan menciptakan karya yang serupa denganya.
Al-Qur’an telah berkali-kali melontarkan
tantangan kepada mereka [ kafir makah ] untuk membuat karya seperti al-Qur’an
sebagaimana terekam dalam surah al-Isro’ ayat 88 :
@è% ÈûÈõ©9 ÏMyèyJtGô_$# ߧRM}$# `Éfø9$#ur #n?tã br& (#qè?ù't È@÷VÏJÎ/ #x»yd Èb#uäöà)ø9$# w tbqè?ù't ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ öqs9ur c%x. öNåkÝÕ÷èt/ <Ù÷èt7Ï9 #ZÎgsß ÇÑÑÈ
“ katakanlah:
sungguh andaikan manusia dan jin berkumpul untuk mengadakan yang serupa Qur’an
ini, niscaya mereka tiada akan dapat membuat yang serupa Qur’an, biarpun
sebagianya menjadi pembantu bagi sebagian yang lain “.
Kemudian
al-Qur’an menantang mereka untuk membuat 10 surat seperti surat-surat dalam
al-Qur’an. Hal ini dijelaskan dalam surat Hud ayat 13 :
÷Pr& cqä9qà)t çm1utIøù$# ( ö@è% (#qè?ù'sù Îô³yèÎ/ 9uqß ¾Ï&Î#÷VÏiB ;M»tutIøÿãB (#qãã÷$#ur Ç`tB OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB Èbrß «!$# bÎ) óOçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÊÌÈ
“
Atau mereka mengatakan: “ Dialah yang mengada-adakan al-Qur’an.”Katakanlah:
“Kemukakanlah sepuluh surat yang diada-adakan itu yang menyamai al-Qur’an dan
panggilah siapa pun yang sanggup selain Allah, kalau kamu benar”.
Ada
tiga penyair hebat – Abul Ala Al-Ma’ri,
Al-Mutanabbi dan Ibn al-Muqoffa- berusaha memenuhi tantangan ini. Ternyata
mereka tidak sanggup menggubah satu ayat pun, sehingga mereka mematah-matahkan
pena dan merobek –robek kertas mereka.[10]Akhirnya
al-Qur’an menantang mereka untuk membuat satu surat saja, sebagaimana terbaca
dalam surat Al-Baqoroh ayat 23 :
bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷u $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷$#ur Nä.uä!#yygä© `ÏiB Èbrß «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÌÈ
“ Dan jika kamu masih ragu-ragu tentang
kebenaran Al-Qur’an yang kami turunkan kepada hamba kami [ Muhammad ], cobalah
kamu kamu kemukakan sebuah surat seumpama al-Qur’an dan panggilah
pembantu-pembantu selain Allah, bila kamu benar “.
Allah telah menentukan keabadian mukjizat
islam sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya menandinginya, padahal
waktu yang tersedia cukup panjang dan ilmu pengetahuan pun telah maju pesat.
Pembicaraan tentang kemukjizatan qur’an
juga merupakan satu macam mukjizat tersendiri, yang di dalamnya para penyelidik
tidak bisa mencapai rahasia satu sisi daripadanya sampai ia mendapatkan di
balik sisi itu sisi-sisi lain yang akan disingkapkan rahasia kemukjizatannya
oleh zaman. Demekianlah persis dikatakan oleh ar-Rafi’i : betapa serupa quran,
dalam susunan kemukjizatannya dengan system alam, yang dikerumuni oleh para
ulam dari segala arah serta diliputi dari segala sisinya. Segala sisi itumereka
jadi kan objek kajian dan penyelidikan, namun bagi mereka ia senantiasa tetap
menjadi makhluk baru dan tempat tujuan yang jauh.
B.
Manusia
sebagai objek dan subjek diturunkannya Al-Qur’an
Wahyu yang terakhir yang diturunkan kepada
nabi Muhammad merupakan penyempurna
sekaligus korektor [ mushaddiq
] bagi kitab-kitab yang turun
sebelumnya. Al-Qur'an dating dengan membawa ribuan pesan untuk manusia. Ribuan pesan yang terurai
dalam 114 surat itu utamanya ditujukan untuk manusia
sebagai obyek central
diturunkanya al-Qur'an, sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur'an, surat
al-Jatsiyah : 20 :
#x»yd çȵ¯»|Át/ Ĩ$¨Y=Ï9 Yèdur ×pyJômuur 5Qöqs)Ïj9 cqãYÏ%qã ÇËÉÈ
"
Ini adalah bashooir [ pedoman ] bagi
manusia, serta petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang meyakini "
Manusia
dijadikan sasaran pokok diturunkanya al-Qur'an karena posisi dia sebagai kholifatullah [ wakil Allah ] di bumi.
Untuk menunjang fungsinya sebagai kholifatullah filardh, maka
Allah membekalinya dengan akal dan
nafsu. Namun perlu diperhatikan bahwa
akal dan nafsu yang melekat pada diri manusia
akan sangat membahayakan bagi
kestabilan kehidupan alam dan isinya
apabila dibiarkan bergerak liar. Oleh karena itu dibutuhkan
sebuah tuntunan yang mengatur kehidupan manusia.
Selain
manusia menjadi objek diturunkanya
al-Qur’an, manusia juga sebagai subjek yang diperintahkan untuk mempelajari,
menghayati, meneliti dan memikirkan kandungan al-Qur’an sebagaimana
diisyaratkan oleh ayat yang pertama kali turun, yaitu “ IQRO’”. Kata iqro’
tidak hanya memiliki arti membaca, namun lebih dari itu kata “ iqro”
dimaknai membaca dengan meneliti, mendalami artinya.[11]
Selanjutnya di dalam al-Qur’an
terdapat pula ayat yang berisi kecaman terhadap orang yang tidak
mau memikirkan al-Qur’an, seperti
bunyi ayat 24 surat Muhammad :
xsùr& tbrã/ytGt c#uäöà)ø9$# ôQr& 4n?tã A>qè=è% !$ygä9$xÿø%r& ÇËÍÈ
“
Maka apakah mereka tidak
memperhatikan al-Qur’an bahkan
pada hati mereka terpasang kunci-kun cinya
Dengan
membaca, merenungkan makna-maknanya, lalu memperagakan dalam kehidupan, maka
diharapkan akan terwujud kehidupan yang Qur’ani sebagaimana kehidupan
Rosulullah saw. Seandainya bumi ini
dihuni oleh Muhammad-Muhammad kecil,
niscaya tidak akan terdengar lagi pertumbahan darah akibat keserakahan dan
ketamakan manusia, alam merasa nyaman dengan penghuninya, langit menurunkan rahmatnya dan bumi mengeluarkan berkahnya.
C.
Al-Qur’an
memerintahkan manusia bersifilsafat (afala ta’qilun,afala tafakkarun, afala
tadabbarun, afala tubsirun,dst….)
Akal
adalah potensi (luar biasa) yang dianugerahkan Allah kepada manusia, karena
dengan akalnya manusia memperoleh pengetahuan dengan berbagai hal. Dengan
akalnya manusia dapat mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan
yang buruk, mana yang menyelamatkan dan mana yang menyesatkan, mengetahui
rahasia hidup dan kehidupan dan seterusnya.
Oleh
karena itu, adalah pada tempatnya kalau agama dan ajaran islam memberikan
tempat yang tinggi kepada akal, karena akal dapat digunakan memehami agama dan
ajaran islam sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.
Berulangkali al-Qur’an memerintahkan manusia untuk berpikir
dan menggunakan akalnya (QS. Saba’ : 46). Tuntutan dalam berpikir meliputi
kesugguhan, tanggung jawab, dan kemanfaatan.
Berikut ini
adalah ayat Al-Quran yang memerintahkan
manusia untuk selalu berpikir. (QS. Saba’: 46)
* ö@è% !$yJ¯RÎ) Nä3ÝàÏãr& >oyÏmºuqÎ/ ( br& (#qãBqà)s? ¬! 4Óo_÷WtB 3yºtèùur ¢OèO (#rã¤6xÿtGs? 4 $tB /ä3Î6Ïm$|ÁÎ/ `ÏiB >p¨ZÅ_ 4 ÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÉtR Nä3©9 tû÷üt/ ôyt 5>#xtã 7Ïx© ÇÍÏÈ
“ Katakanlah,”Aku
hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu agar kamu menghadap Allah
dengan ikhlas berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian agar kamu pikirkan
(tentang Muhammad). Kawanmu itu tidak gila sedikitpun. Dia tidak lain hanyalah
seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras.”[12]
D.
Manusia
sebagai hamba Allah dan khalifahnya
Allah Yang Mahakuasa
lagi Maha Bijaksana dengan kehendak-kehendak-Nya, menciptakan dunia dan seluruh
isinya. Kemudian menjadikan manusia untuk tinggal di dalamnya dengan
tujuan memperhambakan diri kepada-Nya sekaligus menjadi
khalifah-Nya. Manusia harus berperan sebagai khalifah di bumi, untuk
mengatur, mengelola, mengelola, mengembangkan dan membangun dunia
ini. Baik itu di bidang ekonomi, pendidikan, pertanian, kemasyarakatan,
pembangunan dan lain-lain sesuai syariat-Nya.
Ini telah dinyatakan
melalui Al Quranul Karim, Firman Allah:
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
bumi." (Al Baqarah: 30)
Allah berfirman lagi:
§NèO öNä3»oYù=yèy_ y#Í´¯»n=yz Îû ÇÚöF{$# .`ÏB öNÏdÏ÷èt/ tÝàZoYÏ9 y#øx. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÍÈ
"Kemudian Kami
jadikan kamu khalifah-khalifah di bumi menggantikan mereka yang telah
dibinasakan itu." (Yunus: 14)
Meskipun Al Quranul Karim telah
memberitahukan tugas dan tanggung jawab manusia di dunia ini dan diberitahu
mereka yang menunaikan tanggung jawab akan masuk ke surga, sedangkan yang tidak
bertanggung jawab akan ke neraka, namun tidak semua manusia percaya berita ini
dan beriman dengannya. Bahkan yang percaya dan beriman dengannya pun,
karena tidak mampu melawan nafsu dan memiliki kepentingan-kepentingan pribadi,
banyak yang tidak dapat benar-benar memperhambakan diri kepada Allah dan gagal
menjadi khalifah-Nya yang mengatur dan mengelola dunia ini dengan
syariat-Nya. Karena itulah Allah berfirman:
tbqè=yJ÷èt ¼çms9 $tB âä!$t±o `ÏB |=Ì»pt¤C @ÏW»yJs?ur 5b$xÿÅ_ur É>#uqpgø:$%x. 9rßè%ur BM»uÅ#§ 4 (#þqè=yJôã$# tA#uä y¼ãr#y #[õ3ä© 4 ×@Î=s%ur ô`ÏiB yÏ$t6Ïã âqä3¤±9$# ÇÊÌÈ
"Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang
bersyukur." (Saba ': 13)
Untuk mengenal dan mengetahui secara umum mengenai manusia yang
hidup di dunia ini, termasuk diri kita sendiri, kita akan memperlihatkan
tingkat-tingkat manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi
ini. Nanti kita akan dapat mengira dan menduga di tingkat mana kita ini
baik itu di tingkat yang taat atau tingkat yang durhaka, tingkat yang
bertanggung jawab atau yang cuai.Pembagian manusia sebagai hamba Tuhan
sekaligus khalifah-Nya adalah seperti berikut:
1. Golongan yang tidak tahu atau tidak
sadar yang mereka itu hamba Tuhan dan khalifah-Nya.
Mereka ini adalah kaum yang tidak tahu, tidak sadar atau tidak mengambil tahu apakah dirinya hamba dan khalifah Allah atau tidak karena mereka tidak beriman dengan Al Quran dan As Sunnah.Oleh itu sudah tentu mereka tidak memperhambakan diri kepada Tuhan. Kalau ada yang memperhambakan diri serta membuat penyembahan tetapi bukan kepada Allah dan caranya juga tidak seperti yang Allah kehendaki. Begitu juga mereka mengatur kehidupan di dunia ini, tidak dengan syariat Tuhan tetapi dengan ideologi yang mereka buat sendiri. Mereka tidak akan mengacu kepada peraturan Allah karena mereka tidak menganggap dirinya khalifah Allah. Mereka berbuat sesuka hati. Mereka mengelola kehidupan sama sekali tidak dihubungkan dengan Allah.Mereka itulah golongan orang-orang kafir.
Mereka ini adalah kaum yang tidak tahu, tidak sadar atau tidak mengambil tahu apakah dirinya hamba dan khalifah Allah atau tidak karena mereka tidak beriman dengan Al Quran dan As Sunnah.Oleh itu sudah tentu mereka tidak memperhambakan diri kepada Tuhan. Kalau ada yang memperhambakan diri serta membuat penyembahan tetapi bukan kepada Allah dan caranya juga tidak seperti yang Allah kehendaki. Begitu juga mereka mengatur kehidupan di dunia ini, tidak dengan syariat Tuhan tetapi dengan ideologi yang mereka buat sendiri. Mereka tidak akan mengacu kepada peraturan Allah karena mereka tidak menganggap dirinya khalifah Allah. Mereka berbuat sesuka hati. Mereka mengelola kehidupan sama sekali tidak dihubungkan dengan Allah.Mereka itulah golongan orang-orang kafir.
2. Golongan yang tahu bahwa mereka adalah
hamba dan khalifah Allah di bumi tetapi rasa kehambaan dan kekhalifahannya
tidak ada atau tidak ada. Golongan ini tahu dan sadar bahwa mereka adalah
hamba Allah dan khalifah-Nya di bumi tetapi karena jahil, lemah melawan hawa
nafsu, cinta dunianya begitu kuat, kepentingan pribadinya terlalu banyak, maka
yang demikian rasa kehambaannya kepada Allah begitu lemah. Maka dia cuai
memperhambakan diri kepada Allah.Sebab itulah pengabdiannya kepada Allah lemah
dan ceroboh. Bisa jadi tidak ada sama sekali.Begitu juga rasa
kekhalifahannya kepada Allah sudah tipis. Syariat Allah tidak berjalan di
dalam usaha, perjuangan dan pemerintahannya. Karena itu dalam berusaha,
berjuang, mengatur, mengelola, membangun dan memajukan dunia ini, mereka sudah
tidak ada rasa tanggung jawab kepada Allah. Maka mereka pun melakukan
sewenang-wenang di bumi ini. Hukum yang dikembangkan adalah berdasarkan
akal atau ideologi atau pragmatisme bukan dari Al Quran dan As Sunnah
lagi. Kalau ada pun hanya di sudut-sudut yang sangat terbatas atau di
aspek-aspek tertentu saja. Mereka ini adalah kaum Muslim yang fasik atau
zalim dan ditakuti, kalau dibiarkan terus bisa membawa kepada kekufuran.
3. Golongan yang merasa kehambaan dan
kekhalifahan kepada Allah di bumi. Rasa kehambaan dan rasa kekhalifahannya
kepada Allah itu kuat. Oleh itu mereka dapat melahirkan sifat-sifat
kehambaan dan memperhambakan diri kepada Allah dengan memperbaiki yang fardhu
dan sunat dengan sungguh-sungguh. Mereka juga dapat bertanggung jawab
sebagai khalifah-Nya di bumi sesuai dengan posisi dan kemampuan
masing-masing. Mereka benar-benar bertanggung jawab dengan sebaik-baiknya
di sudut-sudut kekhalifahannya. Syariat Tuhan berjalan di dalam kepemimpinan
mereka yang mereka urus berdasar bidang dan peran masing-masing sesuai dengan
kemampuan mereka. Itulah golongan orang yang saleh. Mereka dibagi
menjadi beberapa bagian pula yaitu: Golongan yang sederhana
(golongan ashabul yamin ) ,Golongan muqarrobin dan kaum
as Siddiqin
4. Golongan yang sifat kehambaannya dan
memperhambakan diri kepada Allah lebih menonjol dari kekhalifahannya kepada
Allah. Maksudnya mereka yang dari golongan orang saleh tadi, ada di antara
mereka, penumpuannya kepada beribadah kepada Allah lebih terlihat dan menonjol
dengan menghabiskan waktu beribadah, memperbanyak fadhoilul 'amal ,
berzikir, membaca Al Quran, bertasbih, bersalawat dan mengerjakan praktek sunat
baik itu shalat sunat maupun puasa sunat.Karena itu mereka tidak dibebankan
dengan tugas-tugas masyarakat yang berat-berat.
Mungkin sifat-sifat kepemimpinannya tidak
menonjol atau lemah dibandingkan dengan kehambaannya maka orang tidak menunjuk
mereka menjadi pemimpin. Kalau ada pun sekedar pemimpin keluarga dan
masyarakat desa. Sekedar itulah daerah kekhalifahannya. Maka dari itu
waktu mereka adalah untuk memperbanyak ibadah. Golongan ini dikatakan abid
yang baik.
5. Golongan yang sifat kekhalifahannya
kepada Allah lebih menonjol dari sifat kehambaannya Mereka ini yang biasanya
diberi tanggung jawab kepemimpinan dan mengelola kemasyarakatan oleh orang
karena kharisma dan sifat-sifat kepemimpinan mereka yang menonjol. Mereka
mungkin menjadi pemimpin negeri atau negara atau sebuah jamaah yang
besar. Waktunya lebih banyak digunakan atau ditujukan untuk memimpin dan
membangun dan menyelesaikan masalah masyarakat. Kepemimpinannya berjalan
mengikuti Islam. Mereka mengerjakan ibadah secara sederhana
saja. Tidak terlalu lemah dan tidak juga terlalu banyak. Golongan ini
dianggap pemimpin yang baik.
6. Golongan yang rasa kehambaannya dan
kekhalifahannya sama-sama menonjol. Golongan ini adalah mereka yang
menjadi pemimpin baik itu pemimpin-pemimpin negeri, negara atau kekaisaran yang
menjalankan hukum-hukum Allah di dalam kepemimpinannya. Mereka ini sibuk
sungguh dan menghabiskan waktu untuk memimpin dan beribadah. Sibuk dengan
masyarakat, sibuk juga dengan Allah. Makin kuat dengan manusia, semakin
kuat pula mereka dengan Allah. Hablumminallah danhablumminannas sama-sama
naik, sama kuat, maju. Kedua bidang sangat meriah. Nampak terlihat
sama-sama maju. Inilah yang dikatakan abid yang memimpin, yang luar biasa,
yang sangat cemerlang seperti Khulafaur Rasyidin dan Sayidina Umar Abdul
Aziz. kepemimpinan mereka luar biasa. Ibadah mereka juga luar
biasa. Kepemimpinan mereka sangat adil dan sangat bertanggung jawab kepada
rakyat baik ituuntuk dunia rakyatnya atau akhirat rakyatnya. Di samping
itu ibadah mereka sangat kuat dan banyak terutama di waktu malam. Mari kita
dengar apa kata Sayidina Umar Ibnul Khattab yang kurang lebih begini,
"Kalau saya banyak tidur di siang hari, akan terabaikan urusan saya dengan
rakyat. Kalau banyak tidur di malam hari, akan terabaikan urusan saya
dengan Allah. "Ini adalah kaum abid dan sekaligus pemimpin yang sangat
baik.
BAB IV
AL-QUR’AN SEBAGAI DASAR
PENDIDIKAN ISLAM
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang di
sengaja untuk mencapai
suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh
karena itu pendidikan agama Islam sebagaisuatu usaha membentuk manusia, harus
mempunyai landasan bagi
semua kegiatan didalamya. Dasar Pendidikan Agama Islam secara garis besar ada tigayaitu:Al-qur`an, as-sunnah, dan perundangan yang berlaku di Negara kita.
semua kegiatan didalamya. Dasar Pendidikan Agama Islam secara garis besar ada tigayaitu:Al-qur`an, as-sunnah, dan perundangan yang berlaku di Negara kita.
Al-Qur`an Secara lengkap al-Qur`an didefenisikan sebagai firman
Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah,
Muhammad Ibn Abdillah, melalui ruh
al-Amin dengan lafal-lafalnya yang berbahasa
arab dan maknanya yang benar, agar menjadi hujjahbagi Rasul bahwa ia adalah
Rasulullah, dan sebagai undangundang bagi
manusia dan memberi petunjuk kepada mereka, serta menjadi sarana pendekatan dan ibadah kepada Allah
dengan membacanya. Dan Ia terhimpun dalam
sebuah mushaf, diawali dengan surat al-
fatihah dan diakhiri dengan surat al-naas, disampikan
kepada kita secara mutawatir baik secara lisan maupun tulisan dari generasi kegenerasi, dan ia terpelihara
dari berbagai perubahan atau pergantian
Islam adalah agama yang membawa misi umatnya
menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran.
Al-Qur`an merupakan landasan paling dasar yang dijadikan acuan
dasar hukum tentang Pendidikan Agama Islam.
Firman Allah tentang Pendidikan Agama
Islam dalam Al-qur`an Surat Al–alaq ayat sampai ayat 5, yang berbunyi sebagai
berikut: Artinya :
“ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak di ketahuinya.”
“ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak di ketahuinya.”
Dari ayat-ayat tersebut diatas dapatlah di ambil
kesimpulanbahwa seolah-olah Tuhan berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan Pencipta manusia
(dari segumpal darah),selanjutnya untuk memperkokoh keyakinan dan memeliharanya
agar tidak luntur hendaklah melaksanakan
pendidikan dan pengajaran.[13]
BAB
V
PENUTUP
Puji syukur kehadirat Allah SWT
alhamdulillah, berkat rahmat dan taufikNya akhirnya makalah ini bisa
terselesaikan tanpa hambatan yang berarti. Besar harapan penulis , makalah ini
dapat memberi manfaat untuk semua.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih
jauh dari sempurna, masih terdapat banyak kekurangan, keritik yang konstruktif
dan saran demi sempurnanya makala ini penulis harapkan.
A.
KESIMPULAN
Kita
semua bisa menyampaikan sesuatu,
berpikir, bertindak dengan bebas dengan mengajukan argumen-argumen yang dapat
memberikan suatu keyakinan yang mantap dan dapat diterima dengan akal dan
dengan dalil-dalil yang terperinci (Al-Qur’an dan Hadits).
Adapun cara yang dapat memberikan agar
manusia memperoleh kemudahan dalam filsafat
dengan dalil Al-Qur’an dan Hadits adalah :
a. Dengan
belajar sungguh-sungguh mencari ilmu sebanyak-banyaknya, karena semakin banyak
yang kita tahu maka semakin banyak pula yang tidak kita tahu.
b. Senantiasa
menjaga diri dari segala prilaku yang tidak baik.
c. Senantiasa
memakmurkan majelis taklim yang mengkaji
(Al-Qur’an dan Hadits) serta aktif di dalamnya.
B.
SARAN-SARAN
Dosen atau guru hendaknya bukan sekedar mengajar, tetepai
juga mendidik karena mendidik dapat meningkatkan karakter siswa termasuk
didalamnya berprilaku positif, dan memberikan pengertian bagaimana mahasiswa
dapat memahami setiap pembahasan didalam kelas, dan dosen juga harus selalu
memberikan motivasi belajar kepada mahasiswa.
Dan mahasiswa juga hendaknya bisa lebih memanfaatkan waktu,
dan tidak menyia-nyiakan waktu. Kita sebagai mahasiswa hendaknya lebih bisa mencermati tentang apa yang telah
dosen paparkan didepan kelas supaya kita semua bisa menjadi orang yang sukses.
[1]
Prof.Dr.Ahmad Tafsir, fisafat umum akal dan hati Thales Sampai
capra,(Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,2008),hal.1.
[2]
Taufiq Thawil, Usus Al Falsafah (Kairo:Dar al nah al arabiyyah,1979),hlm 45.
[3]
Prof.H.M.Arifin M.ED, Filsafat pendidikan Islam
[4]Asmoro
Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, hal. 2.
[5]Dr.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, cet. 12,h. 12.
[6]
Dr. Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori
Filsafat Islam, Jakarta :
Bumi Aksara, cet. 3, hal. 244.
[7]Dr.
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori
Filsafat Islam, hal. 250.
[8]
Dr. Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori
Filsafat Islam, hal. 246.
[9]
Mana’ al Qattahn h.15
[10]
Dr. Abu Zahra An-Najdi, Al-Qur’an dan
Rahasia angka-angka, 2001, Bandung :
Pustaka Hidayah, h. 10.
[11]
Ibid., hal. 392.
[12]
QS.As-Saba’ ayat 46 dan terjemahnya.
[13]
Dasar-dasar pendidikan islam hal. 55
Leave a comment