BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Di bawah ini di
coba digambar kan skema filsafat sains, sekedar untuk memperlengkapi pembaca
dalam makalah ini. Dengan begitu, detil-detil, perbedaan pendapat, bahkan
kerancuan dalam hal batasan filsafat ilmu (sain) ini sengaja di abaikan. Paling
sedikit ada tiga ospek dari suatu filsafat ilmu (sain): ontologi,
epistemoliogi, dan axiologi.
Yang pertama,
aspek ontologis menyangkut teori tentang ada (being) sebagai obyek
sains. Dalam sains (Barat) modern “ada” di batasi pada obyek-obyek empiris.
Dalam ontologi, di upayakan penjelasan mengenai sifat-sifat obyek, dan
hubungannya dengan subyek (ceiver atau knower): Benar-benar
adakah apa yang di sebut sebagai realitas obyektif, yang terpisah dari
subyknya? Ataukah ”obyek” itu sebagai bentukan –tak-konkret persepsi subyek?
Ataukah pengetahuan merupakan hasil persentuhan obyek (real) dan
(interpretasi)subyek dan, dengan demikian tak sepenuhnya terpisah ? Dan sebagainya.[1]
1.
Identifikasi Masalah
Yang menjadi permasalahan adalah apa sebenarnya dasar-dasar
berfilosofis ilmu (sain). Maka sebelum dketahui apakah sebenarnya dasar-dasar
sain terlebih dahulu.
2.
Pokok Masalah
Alangkah lebih baiknya kita mengetahui terkebih dahulu dasar-dasar
filsafat ilmu, dan setelah itu kita bisa kaitkan dengan filsafat sebagai
filsafat ilmu.
3.
Kolerasi Masalah
Berfilsafat adalah mencari kebenaran, begitu juga dengan filsafat ilmu
yakni mencari kebenaran terhadap masalah yang ada padanya. Maka Filsafat dan
fisafat ilmu sangat berkaitan, yakni keduanya juga memiliki hal-hal yang sangat
perlu harus kita ketahui , yaitu dasar-dasar dari filsafat, dan dasar-dasar
dari filsafat sains islami.
4.
Penting dan menariknya
Alasan Pentingnya adalah filsafat mengajarkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu,
makhluk sosial, dan makhluk Tuhanuntuk di aplikasikan dalam hidup.
Menariknya adalah kita bisa menemukan atau mendapatkan suatu
kebenaran yang sesungguhnya dari suatu realita.
5.
Alasan memilih judul:
Salah satu alasan penulis memilih judul ini adlah karena kurangnya
pengetahuan tentang judul ini, dan ingin lebih tahu paling tidak, agar lebih
sempurna mempelajari filsafat. Oleh karena itu penulis membuat judul yaitu:
filsafat sebagai analisa filosofis tentang
al-quran sebagai dasar filsafat ilmu (sain).
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian atau masalah ini penulis membatasi permasalahan
mengenai filsafat sebagai analisa filosofis tentang al-quran sebagai filsafat
ilmu.
Dengan demikian
dalam penulisan ini dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh filsafat sebagai analisa filosofis tentang
Al-Quran sebagai filsafat ilmu (sain)?
2.
Seberapa besar pengaruh filsafat sebagai analisa filosofis tentang
Al-Quran sebagai filsafat ilmu (sain)?
C.
Kerangka berfikir
Filsafat dan
filsafat sains memiliki hubungan yang sangat erat sehingga berkaitan antara
satu dengan yang lainnya. Karena pada hakikatnya keduanya memiliki visi dan
misi yang sama, yaitu mencari kebenaran yang sebenarnya.
Dengan demikian
dalam penulisan ini dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh filsafat sebagai analisa filosofis tentang
Al-Quran sebagai filsafat ilmu?
2.
Seberapa besar pengaruh filsafat sebagai analisa filosofis tentang
Al-Quran sebagai filsafat ilmu?
3.
D.
TUJUAN DAN MANFAAT PEMBUATAN MAKALAH
1.
Tujuan makalah ini adalah:
a.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh filsafat sebagai analisa
filosofis tentang Al-Quran sebagai filsafat ilmu.
b.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat sebagai salah satu syarat
untuk dapat menyelesaikan mata kuliah filsafat.
c.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh filsafat sebagai analisa
filosofis tentang Al-Quran sebagai filsafat ilmu.
2.
Manfaat membuat makalah.
Mengetahui lebih dalam tentang filsafat,dan stelah mengetahui lebih
dalam tentang fisafat ini akan mencoba menganalisa filosofis tentang Al-Quran
sebagai filsafat ilmu. Dan ingin mengetahui bagaimana caranya berfilsafat.
E.
METODE YANG DIGUNAKAN ANALISIS DISKRIKTIF MELALUI PEROSES DEDUKTIF
Penulisan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
buku pedoman penulisan karya ilmiah.
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode diskriptif melalui
proses deduktif yaitu dengan pengkajian yang berupa buku-buku yang membahas
tentang makalah ini.
F.
SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, dan
untuk mempermudah, membahas atau memahami makalah ini, Penulis membuat
sistematika makalah sebagai berikut;
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
1.
Identifikasi Masalah
2.
Pokok Masalah
3.
Korelasi Masalah
4.
Penting dan Menariknya Masalah
5.
Alasan Memilih Judul
B.
Rumusan Masalah
C.
Penyususan Kerangka Berfikir
D.
Tujuan dan Manfaat Membuat Makalah
E.
Metode Yang Digunakan Analisis Diskriptif Melalui Peroses Deduktif
F.
Sistematika Masalah
BAB II FILSAFAT DAN FILSAFAT ISLAM
A.
Defenisi dan Pendapat Para Ahli Tentang Filsafat dan Filsafat Islam
Serta Kesimpulan
B.
Keunggulan Filsafat Islam
C.
Filsafat Sebagai cara Berfikir Spekulatif, sistematis, analitis,
kritis, radikal, dan Universal (bertanggung jawab)
D.
Filsafat Sebagai analisa Filosofis Untuk Mengetahui realitas yang
Sebenarnya
BAB III ALQURAN DAN MU’JIZATNYA
A.
Al-Quran berisi kumpulan Surat dari Allah kepada Manusia dan
Mu’jizatnya
B.
Manusia Sebagai Objek dan Subjek diturunkannya Al-Quran
C.
Al-Quran memerintahkan Manusia berfilsafat
D.
Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifah-Nya
BAB IV AL-QURAN SEBAGAI FILSAFAT ILMU (SAIN)
A.
Pengaruh filsafat sebagai analisa filosofis tentang Al-Quran
sebagai dasar filsafat ilmu
B.
Besarnya Pengaruh filsafat Sains adalah dengan Keyakinan
BAB V PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN-SARAN
BAB II
FILSAFAT DAN
FILSAFAT ISLAM
A.
Defenisi dan Pendapat Para Ahli Tentang Filsafat dan Filsafat Islam
Serta Kesimpulan
·
Definisi Para Ahli tentang Filsafat
kata filsafat berasl dari bahasa Yunani filosofia, yang
berasal dari kata kerja filosofien yang berarti mencintai kebijaksanaan.
Kata tersebut juga berasal dari Yunani philosophis yang berasal dari
kata kerja philien yang berarti mencintai, atau philia yang
berarti cinta, dan shopia berati kearifan. Dari kata tersebut lahirlah
kata inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta
kearifan”.[2]
Poedjawijatna
menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang berhubungan rapat
dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani. Kata Yunaninya
adalah philosophia. Dalam kata Yunani philosophia merupakan kata
majemuk yang terdiri dari philo dan shopia; philo artinya cinta
dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang
didinginkan itu; shopia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian
yang mendalam. Jadi, menurut namanya saja filsafat boleh diartikan ingin
mencapai pandai, cinta pada kebajikan.[3]
Hasbullah Bakry
mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam tentang ketuhanan ,alam semesta dan manusia, sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat
di capai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu.[4]
Menurut
Plato ialah ia memberikan istilah filsafat dengan dialektika yang berarti seni berdiskusi.
Dikatakan demikian, karena filsafat harus berlangsung sebagai upaya memberikan
kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku.
Menurut
Rene Descrates yaitu merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam
dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
Menurut
Al Farabi. Filsafat merupakan kumpulan ilmu yang menyelidiki hakikat yang
sebenarnya dari segala yang ada.
Menurut Francis Bacon, filsafat merupakan induknya dari
ilmu-ilmu, dan filsafat mempunyai semua
pengetahuan sebagai bidangnya.
Menurut Stephen R.
Toulmin, menyatakan filsafat adalah Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu
mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses
penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan,
metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis,
dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari
sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
Masih banyak lagi definisi-definisi tentang filsafat dengan
beraneka ragam pengertian. Dari uraian di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa
“Ilmu filsafat ialah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, manusia dan alam semesta, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana sikap manusia seharusnya untuk menguasai pengetahuan itu.
·
Definisi Para Ahli tentang Filsafat Islam.
Mnurut Mustofa Abdul
Razik, Filsafat Islam adlah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan
dibawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa pemilknya.
Pengertian ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang Yahudi dan
Nasrani yang telah menulis kitan-kitab filsafat yang bersifat kritis itu
henndaknya dimasukkan ke dalam Filsafat Islam.
Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan
:Filsafat Arab bukanlah produk suatu umat atu ras.Dia mengatakan, Fisafat Islam
mencakup segala studi filsofis yang ditulis di bumi Islam baik itu hasil karya
orang Yahudi atau Nasrani.
Dr. Sidi Gazalba mendefinisikan filsafat Islam sebagai hasil pikiran manusi
yang digerakkan oleh naqli (al-quran dan Sunnah). Disebuit jug sebagai ilmu
untuk membuktikan kebenaran whyu dan sunnah yang memberikan keteranagn, ulasan
tafsiran denagn pemikaran budi yang mempunya sistem, radikal, dan global
(umum).
Menurut Fuad Al-Akhwani, Filsafat Islam adalah pembahasan meliputi berbagai
soal alam semesta dan bermacam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran
keagamaan yang turun bersama lahirnya agama Islam.
·
Kesimpulan
Kesimpulan Pengertian filsafat Islam adalah
pembahasan meliputi berbagai soal alam semesta dan bermcam-macam masalah
manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama
Islam. Berdasarkan beberapa pemikiran, filsafat Islam dapat di ketahui melakui 5 cirinya :
§ Dilihat
dari segi sifat dan coraknya
§ Dilihat dari segi ruang pmbahasannya
§ Dilihat
dari segi datangnya
§ Dilihat
dari segi mengembangkannya
§ Dilihat
dari segi kedudukannya
Berbagai hasil penelitian yang dilakukan para ahli
mengenai filsafat Islam tersebut memberi kesan kepada kita, bahwa pada umumnya
penelitian yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan, yaitu penelitian
yang menggunakan bahan-bahan bacaan sebagai sumber rujukannya. Metode yang
digunakan pada umumnya bersifat deskriftif analitis. Sedangkan pendekatan yang
digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan dan substansial.
B.
Keunggulan Filsafat Islam
Keunggulan khusus bagi filsafat Islam dalam masalah pembagian
cabang-cabangnya adalah mencakup ilmu kedokteran, biologi, kimia, musik ataupun
falak yang semuanya menjadi cabang filsafat Islam. Sehingga hal ini menjadi
nilai lebih bagi filsafat Islam. Dengan demikian filsafat Islam secara khusus
memisahkan diri sebagai ilmu yang mandiri. Walaupun hasil juga ditemukan
keidentikan dengan Pemandangan orang Yunani (Aristoteles) dalam masalah teori
tentang pembagian filsafat oleh filosuf-filosuf Islam. Filsafat memasuki
lapangan-lapangan ilmu ke-Islaman dan mempengaruhi pembatas-pembatasnya.
Penyelidikan terhadap keilmuan meliputi kegiatan filsafat dalam dunia Islam.
Dan yang menjadi perluasan
ilmu dengan tidak membatasi diri dari hasil-hasil karya filosuf Islam saja,
tetapi dengan memperluas pembahasannya. Hasil ini meliputi ilmu kalam, tasawuf,
ushul fiqh dan tarikh tasyri’.
Para ulama Islam
memikirkan sesuatu dengan jalan filsafat ada yang lebih berani dan lebih bebas
daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal dengan nama
filosuf-filosuf Islam. Di mana perlu diketahui bahwa pembahasan ilmu kalam dan
tasawuf banyak terdapat pemikiran dan teori-teori yang tidak kalah teliti
daripada filosuf-filosuf Islam. Pemikiran Islam mempunyai ciri khas tersendiri
dibanding dengan filsafat Aristoteles, seperti halnya pemikiran Islam pada ilmu
kalam dan tasawuf.
Demikian pula pada
pokok-pokok hukum Islam (tasyri’) dan Ushul Fiqh juga terdapat beberapa uraian
yang logis dan sistematis dan mengandung segi-segi kefilsafatan. Syekh Mustafa
Abdur Raziq adalah orang yang pertama mengusulkan ilmu Fiqh menjadi bagian dari
filsafat.
C.
Filsafat Sebagai cara Berfikir Spekulatif, sistematis, analitis,
kritis, radikal, dan Universal (bertanggung jawab)
Berfikir secara
filsafat dapat diartikan sebagai berfikir yang sangat mendalam sampai hakikat
atau berfikir secara global/menyeluruh, atau berfikir yang dilihat dari
berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahun. Berfikir
yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berfikir secara tepat dan benar
serta dapat dipertanggungjawabkan.[5]
Berfikir spekulatif berarti; kira-kira atau dugaan , untung-untungan.
“dugaan yang sebenarnya yang masuk akal”
Berfikir sistematis berarti ada suatu ide dasar yang menyeluruh dan
mempersatukan semua unsur-unsurnya sehingga pikiran-pikiran dan
pendapat-pendapat yang dikemukakan jalin menjalin secara runtut.
Metodis, orang mempergunakan suatu metode atau cara pendekatan tertentu.
Koheren, berarti ada pertalian logis antara pemikiran-pemikiran atau
pernyataan-pernyataan yang diberikan.
Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untukmenyusun
suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing-masingunsur
saling berkaitan satu dengan yang lain secara teratur dalam suatu keseluruhan.
Sistematika pemikiran seorang filosof banyak dipengaruhi oleh keadaan dirinya,
lingkungan, zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.[6]
Berpikir kritis adalah bahwa tidak menerima dan atau menolak begitu saja
temuan-temuan pemikiran yang sudah ada. Seorang yang berpikir kritis selalu
berupaya mendekati suatu objek pemikiran dengan sangat hati-hati. Ia tidak
menolak sesuatu kecuali dengan argumentasi-argumentasi yang masuk akal.
Radikal adalah berpikir
sampai ke akar akarnya, yaitu berpikir sampai ke hakikat, esensi atau substansi
yang dipikirkan.
Universal artinya dalam berfikir tidak berkaitan dngan hal-hal yang khusus,
melainkan berkaitan dengan idea-idea besar, misal: bukan menanyakan berapa
harta anda di sedekahkan, namun apa keadilan itu, dsb.
D.
Filsafat Sebagai analisa Filosofis Untuk Mengetahui realitas yang
Sebenarnya
Seperti yang
kita ketahui bahwa filsafat ialah usaha akal untuk mencari realitas yang
sebenarnya , dengan cara berfikir spekulatif, sistematis, anlisis, kritis,
radikal dan universal. Maka dari itu kita sebagai orang yang berfilsafat dan
cara berfikir orang yang berfilsafat atau filosofis arus bisa lebih memiliki
cara tersendiri agar mudah tercapainya filsafat.
BAB III
ALQURAN DAN MU’JIZATNYA
Mu’jizat dinamakan mu’jizat (malemahkan) karena manusia lemah untuk
mendatangkan sesamanya, sebab mu’jizat berupa hal yang bertentangan dengan
adat, keluar dari batas-batas faktor yang telah diketahui. I’jazul Quran
(kemu’jizatan Al-quran): “menetapkan kelemahan manusia baik secara
berpisah-pisah maupun berkelompok, untuk bisa mendatangkan sesamanya”. Dan yang
dimaksud dengan kemu’jizatan Al-quran bukan berarti melemahkan manusia dengan
pengertian melemahkan yang sebenarnya, artinya memberikan pengertian kepada
mereka dengan kelemahannya untuk mendatangkan sesama Al-quran, karena hal itu
telah dimaklumi oleh setiap orang yang berakal, tetapi meksudnya adalah untuk
menjelaskan bahwa kitab ini hak, dan rasul yang membawanya adalah rasul yang
benar.
Begitulah semua mu’jizat nabi-nabi dimana
manusia lemah untuk menandinginya. Tujuannya hanya untuk melahirkan kebenaran
mereka, menetapkan bahwa yang mereka bawa adalah semata-mata wahyu dari Dzat
Yang Maha Bijaksana, dan di turunkan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka
hanyalah menyampaikan risalah Allah dan tiada lain tugasnya hanya memberikan
dan menyampaikan. Oleh karena itu mu’jizat adalah dalil-dalil dari Allah S.W.T.
kepada hamba-Nya untuk membenarkan rasul-rasul dan nabi-nabi. Dengan perantaraan
mu’jizat ini, seolah-olah Allah bersabda: “benar hamba-Ku dalam hal yang dia
sampaikan dari Aku dan Aku mengutusnya agar ia menyampaikan sesuatu kepadamu”.[7]
A.
Al-Quran berisi kumpulan Surat dari Allah kepada Manusia dan
Mu’jizatnya
Alquran, sumber
utama umat muslim, adadal suatu buku yang dipercaya oleh kaum Muslim, yang
sepenuhnya berasal dari Tuhan. Kaum Muslim juga percaya bahwa didalamnya
terkandungbimbinan untuk semua umat manusia. Karena pesan yang terkandung dalam
Alquran dapat dipercaya sepanjang masa, hal tersebut haruslah relevan untuk
setiap masa.[8]
Allah menurunkan
Alquran kepada Rasul kita Muhammad untuk memberi petujuk kepada manusia.
Turunnya Alquran merupaan peristiwa besar dan sekaligus menyatakan kedudukannya
bagi penghuni langit dan penghuni bumi.[9]
Mu’jizat adalah
sesuatu keajaiban atau kehebatatan Nabi yang mana Allah telah mengkhususkan
atau memberikan mu’jizat hanya untuk Nabiyullah saja. Mu’jizat tersebut
hanyalah ada pada nabi saja, akan tetapi Allah juga memberikan kelebihan untuk
kita sebagai umatnya pada zaman ini
yaitu Ilham, maka dari itu ita sebagai umatnya harus selalu banyak bersyukur
atas apa yang telah Allah berikan kepada kita. Alquran adalah salah satu
mu’jizat yang diberikan oleh Allah kepad Nabi Muhammad s.a.w. dan sampai pada
kita sampai saat ini.
Suatu waktu, dalam
sejarah peradaban dunia, ketika mu’jizat-mu’jizat, atau apapun yang dimaksud
dengan mu’jizat, lebih diutamakan atas alasan manusia dan logika. Tetapi
bagaimana cara kita menggambarkan istilah mu’jizat? Mu’jizat adalah segala
sesuatu yang berlangsung tidak normal sepanjang hidup dan tidak memiliki
penjelassan dengan pola pikir manusia. Bagaimanapun kita harus berhati-hati
sebelum kita menyetujui sesuatu sebagai mu’jizat.[10]
Kata mu’jizat
berasal dari kata ”A’jaza” yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu.
Sedangkan menurut istilah (syara’) mu’jizat adalah sesuatau yang dapat
melemahkan lawan atau mengalahkan kecerdikkan dan kekuatan musuh, karena telah
menyimpang dari adat kebiasaan yang telah berlaku. Melemahkan musuh baik lahir
maupun batin, baik kekuatan badan maupun pikiran untuk menandingi dan
mengimbanginya, menyerupainya dan bahkan menolaknya.
Menurut Imam As
Sayuthi dalam kitabnya ”Al-Itqan Fi Ulum Al Qur’an” bahwa yang dimaksud
mu’jizat adalah sesuatu di luar kebiasaan yang disertai dengan adanya
tantangan.
Prof. Dr.
Muhammmad Quraish Shihab juga berpendapat bahwa sesuatu itu bisa disebut
mu’jizat apabila telah memenuhi empat unsur, yaitu suatu hal yang di luar
kebiasaan, nampak pada diri seorang Nabi, disertai adanya tantangan dan sesuatu
yang tidak sanggup di tangani oleh orang.
B.
Manusia Sebagai Objek dan Subjek diturunkannya Al-Quran
Di antara kemurahan Allah terhadap manusia
bahwa dia tidak saja memberikan sifat yang bersih yang dapat membimbing dan
memberi petunjuk kepada mereka ke arah kebaikan, tetapi juga dari waktu ke
waktu Dia mengutus seorang rasul kepada manusia dengan membawa Al-kitab dari
Allah dan menyuruh mereka beribadahhanya kepada Allah saja, Menyampaikan kabar
gembira dan memberikan peringatan. Agar yang demikian menjadi bukti bagi
manusia. Perkembangan dan kemajuan berfikir manusia senantiasa di sertai oleh
wahyu yang sesuai dan dapat memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh kaum
setiap rasul saat itu, sampai perkembangan itu mengalami kematangannya. Allah
menghendaki agar risalah Muhammad s.a.w muncul di dunia ini, maka di utuslah
beliau disaat manusia mengalami kekosongan pada rasul, untuk menyempurnakan
“bangunan”saudara-saudara pendahulunya (para rasul) dengan syari’atnya yang
universal dan abadi serta dengan kitab yang diturunkan kepadanya, yaitu
AlQuranul Karim.[11]
C.
Al-Quran memerintahkan Manusia berfilsafat
Akal adalah
potensi (luar biasa) yang dianugerahkan Allah kepada manusia, karena dengan
akalnya manusia memperoleh pengetahuan dengan berbagai hal. Dengan akalnya
manusia dapat mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan yang
buruk, mana yang menyelamatkan dan mana yang menyesatkan, mengetahui rahasia
hidup dan kehidupan dan seterusnya.
Oleh karena itu,
adalah pada tempatnya kalau agama dan ajaran islam memberikan tempat yang
tinggi kepada akal, karena akal dapat digunakan memehami agama dan ajaran islam
sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.
Berulangkali
al-Qur’an memerintahkan manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya (QS.
Saba’ : 46). Tuntutan dalam berpikir meliputi kesugguhan, tanggung jawab, dan
kemanfaatan.
Berikut
ini adalah ayat Al-Quran yang
memerintahkan manusia untuk selalu berpikir. (QS. Saba’: 46)
*
ö@è%
!$yJ¯RÎ)
Nä3ÝàÏãr&
>oyÏmºuqÎ/
(
br&
(#qãBqà)s?
¬!
4Óo_÷WtB
3yºtèùur
¢OèO
(#rã¤6xÿtGs?
4
$tB
/ä3Î6Ïm$|ÁÎ/
`ÏiB
>p¨ZÅ_
4
÷bÎ)
uqèd
wÎ)
ÖÉtR
Nä3©9
tû÷üt/
ôyt
5>#xtã
7Ïx©
ÇÍÏÈ
Artinya :
“
Katakanlah,”Aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu agar kamu
menghadap Allah dengan ikhlas berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian agar
kamu pikirkan (tentang Muhammad). Kawanmu itu tidak gila sedikitpun. Dia tidak
lain hanyalah seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab
yang keras.”[12]
D.
Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifah-Nya
Untuk mengenal dan mengetahui secara umum dan
rambang mengenai manusia yang hidup di dunia ini, termasuk diri kita sendiri,
kita akan senaraikan peringkat-peringkat manusia sebagai hamba dan khalifah
Allah di bumi ini. Nanti kita akan dapat mengagak dan menduga di peringkat mana
kita ini sama ada di peringkat yang taat atau peringkat yang derhaka, peringkat
yang bertanggungjawab atau yang cuai.
Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :
(Q.S.Al baqarah : 30) :
øÎ)ur
tA$s%
/u
Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
ÎoTÎ)
×@Ïã%y`
Îû
ÇÚöF{$#
ZpxÿÎ=yz
(
(#þqä9$s%
ã@yèøgrBr&
$pkÏù
`tB
ßÅ¡øÿã
$pkÏù
à7Ïÿó¡our
uä!$tBÏe$!$#
ß`øtwUur
ßxÎm7|¡çR
x8ÏôJpt¿2
â¨Ïds)çRur
y7s9
(
tA$s%
þÎoTÎ)
ãNn=ôãr&
$tB
w
tbqßJn=÷ès?
ÇÌÉÈ
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."[13]
Pembahagian
manusia sebagai hamba Allah sekaligus khalifah-Nya
Golongan yang tidak tahu atau tidak sedar yang
mereka itu hamba Tuhan dan khalifah-Nya. Mereka ini adalah golongan yang tidak tahu, tidak
sedar atau tidak mengambil tahu apakah dirinya hamba dan khalifah Allah atau
tidak kerana mereka tidak beriman dengan Al Quran dan As Sunnah.
Golongan yang tahu bahawa mereka adalah hamba dan
khalifah Allah di bumi tetapi rasa kehambaan dan kekhalifahannya tidak ada atau
tidak wujud. Golongan ini tahu dan sedar bahawa mereka adalah hamba Allah dan
khalifah-Nya di bumi tetapi kerana jahil, lemah melawan hawa nafsu, cinta
dunianya begitu kuat, kepentingan peribadinya terlalu banyak, maka oleh yang
demikian rasa kehambaannya kepada Allah begitu lemah. Maka dia cuai
memperhambakan diri kepada Allah. Sebab itulah pengabdiannya kepada Allah lemah
dan cuai. Boleh jadi langsung tiada. Begitu juga rasa kekhalifahannya kepada
Allah sudah menipis. Syariat Allah tidak berjalan di dalam usaha, perjuangan
dan pentadbirannya. Lantaran itu dalam mereka berusaha, berjuang, mentadbir,
mengurus, membangun serta memajukan dunia ini, mereka sudah tidak ada rasa
tanggungjawab depada Allah. Maka mereka pun melakukan sewenang-wenangnya di
bumi ini.
Undang-undang yang dibangunkan adalah berdasarkan
akal atau ideologi atau pragmatisme bukan daripada Al Quran dan As Sunnah lagi.
Kalau ada pun berlaku hanya di sudut-sudut yang sangat terbatas atau di
aspek-aspek yang tertentu sahaja. Mereka ini adalah golongan umat Islam yang
fasik atau zalim dan ditakuti kalau dibiarkan terus boleh membawa kepada
kekufuran.
Golongan yang merasa kehambaan dan kekhalifahan
kepada Allah di bumi. Rasa kehambaan dan rasa kekhalifahannya kepada Allah itu
kuat. Oleh itu mereka dapat melahirkan sifat-sifat kehambaan serta
memperhambakan diri kepada Allah dengan membaiki yang fardhu dan sunat dengan
sungguh-sungguh. Mereka juga dapat bertanggungjawab sebagai khalifah-Nya di
bumi sesuai dengan kedudukan dan kemampuan masing-masing. Mereka benar-benar
bertanggungjawab dengan sebaik-baiknya di sudut-sudut kekhalifahannya. Syariat
Tuhan berjalan di dalam kepimpinan mereka yang mereka urus mengikut bidang dan
peranan masing-masing sesuai dengan kemampuan mereka.
Golongan yang sifat kehambaannya dan memperhambakan diri kepada
Allah lebih menonjol daripada kekhalifahannya kepada Allah. Maksudnya
mereka yang dari golongan orang soleh tadi, ada di kalangan
mereka,memperbanyakkan fadhoilul
‘amal, berzikir, membaca Al Quran, bertasbih, berselawat dan
mengerjakan amalan-amalan sunat sama ada sembahyang sunat mahupun puasa sunat.
Kerana itu mereka tidak dibebankan dengan tugas-tugas masyarakat
yang berat berat. Mungkin sifat-sifat kepimpinannya tidak menonjol atau
lemah dibandingkan dengan kehambaannya maka orang ramai tidak melantik mereka
menjadi pemimpin. Kalau ada pun sekadar pemimpin keluarga dan masyarakat
kampung. Sekadar itulah daerah kekhalifahannya. Maka kerana itulah masa yang
banyak buat mereka adalah untuk memperbanyakkan ibadah. Golongan ini dikatakan
abid yang baik.
Golongan yang sifat kekhalifahannya kepada Allah
lebih menonjol daripada sifat kehambaannya Mereka ini yang biasanya diberi
tanggungjawab kepimpinan dan mengurus kemasyarakatan oleh orang ramai kerana
karisma dan sifat-sifat kepimpinan mereka yang menonjol. Mereka mungkin menjadi
pemimpin negeri atau negara atau sebuah jemaah yang besar. Masanya lebih banyak
digunakan atau ditumpukan untuk memimpin dan membangun serta menyelesaikan
masalah masyarakat. Kepimpinannya berjalan mengikut Islam. Mereka mengerjakan
ibadah secara sederhana sahaja. Tidak terlalu lemah dan tidak juga terlalu
banyak. Golongan ini dianggap pemimpin yang baik.
Golongan yang rasa kehambaannya dan
kekhalifahannya sama-sama menonjol. Golongan ini adalah mereka yang menjadi
pemimpin sama ada pemimpin-pemimpin negeri, negara atau empayar yang menjalankan
hukum-hukum Allah di dalam kepimpinannya. Mereka ini sibuk sungguh dan
menghabiskan masa untuk memimpin dan beribadah. Sibuk dengan masyarakat, sibuk
juga dengan Allah. Makin kuat dengan manusia, semakin kuat pula mereka dengan
Allah.
Hablumminallah dan hablumminannas sama-sama naik, sama kuat, sama laju. Nampak
dilihat sama-sama laju. Inilah yang dikatakan abid yang memimpin, yang luar
biasa, yang sangat cemerlang seperti Khulafaur Rasyidin dan Sayidina Umar Abdul
Aziz.
kepimpinan mereka luar biasa. Ibadah mereka juga
luar biasa. Kepimpinan mereka sangat adil dan sangat bertanggungjawab kepada
rakyat sama ada untuk dunia rakyatnya atau Akhirat rakyatnya. Di samping itu
ibadah mereka sangat kuat dan banyak terutama di waktu malam. Mari kita dengar
apa kata Sayidina Umar Ibnul Khattab yang lebih kurang begini, “Kalau saya
banyak tidur di siang hari, akan terabai urusan saya dengan rakyat. Kalau
banyak tidur di malam hari, akan terabai urusan saya dengan Allah.” Ini adalah
golongan abid dan sekaligus pemimpin yang cemerlang.
BAB IV
AL-QURAN SEBAGAI FILSAFAT ILMU (SAIN)
Dalam
perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan
sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau
kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan kita.
A.
Pengaruh filsafat sebagai analisa filosofis tentang Al-Quran
sebagai dasar filsafat ilmu
Adapun perspektif
Al-Qur’an terhadap filsafat ilmu telah tercantum di beberapa surat dan ayat
yang memberikan perintah untuk berfikir dengan bijaksana mengenai apa-apa saja
yang ada ataupun tidak di dunia ini.
Berangkat dari
kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan hati, yang kemudian diproses
oleh akal untuk menentukan sikap mana
yang benar dan mana yang salah terhadap suatu obyek atau relitas. Cara seperti
ini bisa disebut sebagai proses rasionalitas dalam ilmu. Sedangkan proses
rasionalitas itu mampu mengantarkan seseorang untuk memahami metarsional
sehingga muncul suatu kesadaran baru tentang realitas metafisika, yakni apa
yang terjadi di balik obyek rasional yang bersifat fisik itu.
Dan di dalam
Al-Qur’an surat Ali Imron 190-191 telah dijelaskan bahwa segala ciptaan Allah
itu adalah tanda bagi orang yang berakal (befikir) agar selalu mengingat Allah
dengan keadaan apapun.
B.
Besarnya Pengaruh filsafat ilmu (Sain) adalah dengan Keyakinan
·
Manusia akan terjerumus kedalam kehinaan dan kebinasaan apabila
tidak memiliki landasan ilmu yang benar.
·
Manusia tidak akan memperoleh ketenangan dan ketentraman serta
kedamaian dalam hati apabila adanya keragu-raguan didalam sebuah pemahaman
ilmu.
·
Timbulnya kebebasan dalam berdalih atau berdakwah tanpa disertai
dengan adanya sesuatu yang menjadi pedoman, contoh atau panutan.
BAB V
PENUTUP
Teriring rasa syukur Alhamdulillah, berkat rahmat dan taufikNya
akhirnya makalah ini bisa terselesaikan tanpa hambatan yang berarti. Besar
harapan penulis , makalah ini dapat memberi manfaat untuk semua.
Tulisan ini masih
jauh dari sempurna, masih terdapat banyak kekurangan, keritik yang konstruktif
dan saran demi sempurnanya makala ini penulis harapkan.
A.
KESIMPULAN
Manusia dapat
menyampaikan sesuatu, berpikir, bertindak dengan bebas dengan mengajukan
argumen-argumen yang dapat memberikan suatu keyakinan yang mantap dan dapat
diterima dengan akal dan dengan dalil-dalil yang terperinci (Al-Qur’an dan
Hadits).
Adapun cara yang
dapat memberikan agar manusia memperoleh kemudahan dalam filsafat ilmu dengan dalil Al-Qur’an dan Hadits adalah :
a.
Dengan cara menimba ilmu kepada siapa pun, dengan membaca, bertanya
kepada orang-orang yang lebih memahami bidang ilmu tersebut, dengan tidak
bertentangan dengan logika dan rasional.
b.
Hindari sesuatu yang dapat mengotori hati dan pikiran (maksiat).
c.
Senantiasa memakmurkan majelis
taklim yang mengkaji (Al-Qur’an dan Hadits) serta aktif di dalamnya.
B.
SARAN-SARAN
Saran yang akan disampaikan oleh pemakalah yang
ditujukan beberapa pihak diantaranya adalah :
1.
Kampus
Dengan demikian Kampus hendaknya meningkatkan motivasi dan
mental mahasiswa untuk selalu meningkatkan belajarnya dan tidak terpengaruh
oleh hal-hal yang negatif.
2.
Dosen
Dosen hendaknya bukan sekedar mengajar, tetepai juga mendidik
karena mendidik dapat meningkatkan karakter siswa termasuk didalamnya
berprilaku positif, dan memberikan pengertian bagaimana mahasiswa dapat
memahami setiap pembahasan didalam kelas, dan dosen juga harus selalu
memberikan motivasi belajar kepada mahasiswa.
3.
Mahasiswa
Mahasiswa
hendaknya bisa lebih menggunakan waktu, dan tidak berlebih-lebihan terhadap
luangnya waktu. Dan mahasiswa hendaknya lebih bisa mencermati tentang apa yang
telah dosen paparkan didepan kelas. Dan mahasiswa juga hendaknya juga harus
selalu meningkatkan prestasi belajarnya agar apa yang di cita-citakan bisa
tercapai.
DARTAR PUSTAKA
Ghulsyani Mahdi, Filsafat-Sains menurut Al-Quran, Bandung
:1998
Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum, Jakarta ; Rajawali Pers,Cet. 10, 2010
Tafsir Ahmad. Filsafat umum, Akal sejati Sejak Thales Sampai
Capra, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, Cet. 17, 2009
AS. Mudzakir, Manna Khalil AlQattan, studi ilmu-ilmu Qur’an,
Bogor : PT Pustaka Litera Antarnusa, Cet.14, 2011
Ash-Shabuny, Muhammad Ali, pengantar study alquran(at-tibyan),
Bandung : Al Ma’arif, 1987
Nair Zaik, Miler Gary, keajaiban Al-quran dalam telaah sains
modern, Yogakarta : Media Ilmu, cet 2, 2009
Tafsir ahmad, Filsafat Ilmu, mengurai ontologi, epistemologi, Bandung
: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 1, 2004
[1] Dr. Mahdi Ghulsyani, Filsafat sains menurut Al-Quran, hal 32
[2] Asmoro Achmadi. Filsafat umum. hal 01
[3] Prof.Dr.Ahmad
Tafsir , filsafat Umum. Hal 09
[4] Prof.Dr.Ahmad
Tafsir, filsafat Ilmu. Hal 67
[5] Asmoro Acmadi, filsafat umum,hal 06
[6] Asmoro Achmadi. Filsafat umum. hal 06
[7] Mohammad Aly Ash Shabuny, pengantar study alquran(at-tibyan) hal
103
[8] Dr.Zakir Naik. dr.Gary Miler, keajaiban Alquran dalam telaah
sains modern. Hal 07
[9] Manna Khalil AlQattan, studi ilmu-ilmu Qurian. Hal 144
[10] Dr.Zakir Naik. dr.Gary Miler, keajaiban Alquran dalah telaah
sains modern. Hal 08
[11] Drs. Mudzakir AS. Manna Khalil AlQattan, studi ilmu-ilmu
Qurian. Hal 10
[12] QS.Saba’.ayat ;46
[13] Q.S. Al baqarah.Ayat 30
Leave a comment