B. Makalah Permasalahan Pokok Pendidikan
Kata
Pengantar
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan petunjuk_Nya Makalah ini dapat diselesaikan. Pembuatan makalah ini merupakan salah satu syarat guna melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan dalam bentuk Tugas Mandiri bagi setiap mahasiswa/I pada Universitas Islam Riau program studi Ilmu Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan semester 1. Dapat disadari tanpa adanya kesempatan dan bimbingan dari bapak Drs. H. Alamarsyah, M.Pd selaku dosen pada mata kuliah Pengantar Pendidikan kepada penulis, makalah ini tidak akan selesai. Oleh karena itu pada kesempatan ini diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan petunjuk_Nya Makalah ini dapat diselesaikan. Pembuatan makalah ini merupakan salah satu syarat guna melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan dalam bentuk Tugas Mandiri bagi setiap mahasiswa/I pada Universitas Islam Riau program studi Ilmu Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan semester 1. Dapat disadari tanpa adanya kesempatan dan bimbingan dari bapak Drs. H. Alamarsyah, M.Pd selaku dosen pada mata kuliah Pengantar Pendidikan kepada penulis, makalah ini tidak akan selesai. Oleh karena itu pada kesempatan ini diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Meskipun makalah ini telah selesai, penulis sadar bahwa makalah ini perlu untuk
dikaji kembali guna adanya suatu perbaikan dalam mencapai suatu kesempurnaan.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Pekanbaru, Januari 2011
Penulis
Daftar Isi :
Kata
Pengantar ………………..………………………………………………………………….. 1
Daftar
Isi
…………………..……………………………………………………………….. 2 - 3
Bab
1 Pendahuluan
…………..……………………………………………………………… 4
1.1 Latar
Belakang …………………………………………………………………… 4
1.2 Rumusan
Masalah …………………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan
Penulisan
Makalah
…………………………………………………… 5
1.4 Sistematika
Penulisan
…………………………………………………… 5
1.5 Manfaat
Penulisan Makalah
…………………………………………………… 5
Bab 2
Pembahasan
…………………………………………………………………………. 6
2.1 Permasalahan Pokok
Pendidikan …………………………………………………….6
2.2 Jenis Permasalahan Pokok
Pendidikan …………………………………………….6 - 10
2.2a Masalah pemerataan Pendidikan
………………………………………………………………………………6 - 7
2.2b Masalah Mutu pendidikan
……………………………………………………………………………………………7 - 8
2.2c Masalah Efisiensi
Pendidikan
………………………………………………………………………………8 - 9
2.2d Masalah Relevansi Pendidikan
………………………………………………………………………………10
2.3 Saling Keterkaitan antara
Masalah Pokok Pendidikan ……………………………..10
2.4 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Berkembangnya Masalah
Pendidikan …….10
2.5 Permasalahan Aktual
Pendidikan dan Penanggulangannya
……………………..10 - 14
2.5a
Kurikulum …………………………………………………………………………………………………………………………11
2.5b Biaya Pendidikan
……………………………………………………………………………………………………………11 - 12
2.5c Tujuan Pendidikan ……………………………………………………………………………………………………………12
2.5d Kontroversi Diselenggarakannya Ujian nasional (UN) …………………………………………………….12
- 13
2.5e Kerusakan fasilitas Sekolah ………………………………………………………………………………………………13
2.5f Disahkannya RUU BHP menjadi Undang-Undang
………………………………………………………14
2.6 Upaya Penanggulangan
Permasalahan Pendidikan
………………………………14-15
Bab
3 Penutup …………………………………………………………………………………….… 16
3.1
Kesimpulan
………………………………………………………………………16
3.2 Kritik dan
saran ……………………………………………………………………....16
Daftar
Pustaka
………………………………………………………………………17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumberdaya manusia yang unggul
untuk pembangunan. Namun dewasa ini di Negara kita khususnya dalam bidang pendidikan
masih belum menampakkan hasil yang maksimal, hal ini dekarenakan pendidikan
selalu menghadapi masalah misalnya selalu terdapat kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan itu sendiri.
Masalah yang dimaksud sebagai permasalahan pendidikan diantaranya yaitu :
1.1a
Masalah pemerataan pendidikan
1.1b
Masalah mutu pendidikan
1.1c
Masalah efisiensi pendidikan
1.1d
Masalah relevensi pendidikan
Dan keempat
masalah tersebut akan dibahas dalam makalah ini beserta upaya yang diharapkan
dapat menanggulanginya. Selain itu kenyataan semakin tertinggalnya pendidikan
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita lebih
termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah pendidikan yang muncul ke
permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita serta teguran bagi Negara
kita untuk berbenah diri.
1.2 RUMUSAN MAKALAH
1.2a Apa
permasalahan pokok pendidikan ?
1.2b Apa jenis
permasalan pokok pendidikan ?
1.2c Adakah
saling keterkaitannya antara masalah pokok pendidikan ?
1.2d
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan permasalahan pendidikan ?
1.2e Apa masalah
actual pendidikan di Indonesia ?
1.2f Bagaimana
cara penanggulangan permasalahan pendidikan ?
1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Sesuai dengan rumusan makalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari
penulisan makalah tentang permasalahan pendidikan ini diarahkan untuk :
1.3a menuliskan
4 macam masalah pokok pendidikan
1.3b menjelaskan
saling hubungan antara masalah-masalah pokok pendidikan
1.3c menjelaskan
factor-faktor yang mempengaruhi perkembangn permasalahan pendidikan
1.3d menjelaskan
masalah actual pendidikan di Indonesia
1.3e menjelaskan
upaya penanggulangan permasalahan pendidikan .
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Klasifikasi sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut :
BAB I :
Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan
masalah, tujuan penulisan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II : Membahas mengenai
isi makalah yang tercantum dalam rumusan masalah.
BAB III : Merupakan penyampaian
terakhir dari makalah. Berisikan mengenai kesimpulan dari isi makalah.
1.5 MANFAAT PENULISAN MAKALAH
1.5a Bagi Pemerintah
ü Bisa
dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia serta mengantaskan permasalahan-permasalahan yang ada di
Indonesia.
1.5b
Bagi Guru
ü Bisa
dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat
berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
1.5c
Bagi Mahasiswa
ü Bisa
dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri
pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN
Sistem
pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan social budaya dan
masyarakat sebagai suprasistem sehingga menciptakan kondisi yang sedemikian
rupa dan permasalahan interen system pendidikan itu menjadi sangat kompleks.
Artinya, permasalahan interen dalam system pendidikan kaitannya dengan
masalah-masalah diluar system pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu
hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi social budaya
dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dan masih banyak lagi factor-faktor
lainnya di luar system persekolahan yang berkitn dengan mutu hasil belajar
tersebut.
Namun pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan
di tanah air kita dewasa ini yaitu :
ü Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati
kesempatan pendidikan.
ü Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta
didik dengan keterammpilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah
kehidupan bermasyarakat.
2.2 JENIS PERMASALAHAN POKOK
PENDIDIKAN
Ada empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang
perlu diprioritaskan penanggulangannya, yaitu :
2.2a Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana system pendidikan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan
sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan
di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dengan
pengajaran di sekolah. Pada Bab XI, pasl 17 berbunyi :
“Tiap-tiap
warga negara RI mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu
sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada
sekolah itu dipenuhi”
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, pasal 10 Ayat 1,
menyatakan :“Semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang berumur 8
tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya”. Ayat 2
menyatakan : “Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari
materi agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”.
Pemecahan
Masalah Pemerataan Pendidikan ditempuh melalui dua cara, yaitu :
ü Cara Konvensional
a.
Menbangun gedung sekolah seperti SD Inpers dan atau ruangan belajar.
b.
Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (system bergantian
padi dan sore).
ü Cara Inovatif
a.
Sistem Pamong atau Inpact System (pendidikan oleh masyarakat, orang tua,
dan guru). Sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa
provinsi.
b.
SD kecil pada daerah terpencil
c.
Sistem Guru Kunjung
d.
SMP terbuka
e.
Kejar paket A dan B
f.
Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka
2.2b
Masalah Mutu Pendidikan
Mutu
pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan. Hasil yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses
belajar yang bermutu. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan
mutu.
Ada
2 faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang
bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikuan :
ü Pertama, gerakan perluasan pendidikan
untuk melayani pemerataan dan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak
memerlukan penghimpunan dana dan daya.
ü Kedua, kondisi satuan-satuan pendidikan
pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam
kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten,
kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai, dan seterusnya.
Umumnya
mutu pendidikan di pedesaan lebih rendah dari mutu pendidikan di perkotaan.
Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan bermaksud agar system pendidikan
khususnya system persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh
pelosok tanah air (kota dan desa) mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai
dengan situasi dan kondisinya masing-masing.
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Meskipun
untuk tiap-tiap jenis dan jenjang masing-masing memiliki kekhususan, namun pada
dasarnya pemecahan masalah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas
komponen pendidikan (utamanya komponen masukkan mentah untuk jenjang pendidikan
menengah dan tinggi dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas
komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat
meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik,
yang akhirnya dapat meningkatkan hasil pendidikan.
2.2c
Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah
efisiansi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu system pendidikan
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensi tinggi. Jika terjadi
sebaliknya, efisiensi berate rendah.
Beberapa
masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah :
a.
Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan ?
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pembangunan tenaga.
Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia
dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Masalah penempatan guru,
khususnya guru bidang penempatan atudy, sering mengalami kepincangan, tidak
disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Masalah pengembangan tenaga kependidikan
di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya
kurikulum baru dan setiap pembaruan kurikulum menurut adanya penyesuaian dari
para pelaksana di lapangan.
b.
Bagaimana perasarana dan sarana pendidikan digunakan ?
Penggunaan sarana dan prasarana pendidikan yang tidak efisien bias
terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan. Banyak gedung
SD Inpres karena beberapa sebab dibangun pada lokasi yang tidak tepat,
akibatnya banyak SD yang kekurangan murid atau yang ruang belajarnya kosong.
c.
Bagaimana pendidikan diselenggarakan ?
Dalam penyelenggaraan pendidikan di masa transisi yang relative lama ini
proses pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif. Hal ini dapat dilihat
dengan seringnya kebijakan pemerintah merubah kurikulum pendidikan nasional,
padahal perubahan kurikulum sering membawa akibat tidak dipakainya lagi
buku-buku dan perangkat lainnya. Namun perubahan kurikulum tidak selamanya
buruk, karena perubahan kurikulum itu sendiri diselaraskan dengan perkembangan
zaman di masa globalisasi ini.
d.
Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga ?
Pada pasal 28 UU RI no. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS menyatakan bahwa
penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar. Namun
pada kenyataanya di Indonesia ini sangat kurang efisien dalam memfungsikan
tenaga pendidik, mengapa demikian ? karena di Indonesia ini masih banyak tenaga
pendidik yang diizinkan untuk mengajar padahal tidak memiliki akta mengajr, dan
juga masih banyak penempatan tenaga pengajar yang kurang sesuai, misalnya D3
masih diperkenankan mengajar SMP atau SMA sehingga tenaga pendidik yang
demikian dapat dianggap kurang kompeten dibidangnya.
2.2d Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana system pendidikan dapat
menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu
masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional.
2.3 Saling Keterkaitan antara masalah
pokok pendidikan
Meskipun keempat masalah pendikan dapat dibedakan satu sama lain, namun dalam
kenyataan pelaksanaan pendidikan dilapangan masalah-masalah tersebut saling
berkaitan.
Pada dasarnya pembangunan di bidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya
pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus. Dan masalah
pemerataan pendidikan serta kekompetenan suatu tenagaa pengajar sangat
berkaitan dengan mutu pendidikan yang akan dihasilkan.
2.4 faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya
masalah pendidikan
Permasalahan pokok pendidikan merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu
masalh-masalah yang berlangsung di dalam system pendidikan sendiri. Masalah mikro
tersebut berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah diluar
system pendidikan, sehingga juga harus diperhitungkan didalam memecahkan
masalah mikro pendidikan.
Masalah-masalah makro yang merupakan factor-faktor yang mempengaruhi
berkembangnya masalah pendidikan yaitu :
ü Perkembangan IPTEK dan seni
ü Laju pertumbuhan penduduk
ü Aspirasi masyarakat
ü Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan
2.5 permasalahan actual pendidikan di
Indonesia
Masalah actual pendidikan ada yang mengenai konsep dan ada pula yang
mengenai pelaksanaannya. Misalnya munculnya kurikulum baru adalah
masalah konsep dan selanjutnya jika suatu kurikulum sudah cukup andal, dapat
dilaksanakan apa tidak. Jika tidak, timbullah masalah pelaksanaan atau massalah
oprasionalnya.
Untuk lebih lengkapnya permasalahan-permasalahan actual pendidikan di tanah air
Indonesia akan dibahas lebih lengkap dalam uraian dibawah ini :
2.5a. Kurikulum
Kurikulum
kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang
maksimal dan masih tetap saja. Gembar-gembor kurikulum baru, katanya lebih
baiklah, lebih tepat sasaran. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis
dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.
Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa
maksudnya dan yang beda hanya bukunya.
Pemerintah
sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak
mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena
pemerintah menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemen-elemen dasar dalam
pendidikan. Contohnya guru, banyak guru honorer yang masih susah payah
mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan
oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap
kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan pendidikan
yang kita tempuh. Menurut slogan jawa, guru itu digugu dan ditiru, tapi fakta
yang ada, banyak masyarakat yang memandang rendah terhadap profesi guru,
padahal tanpa guru kita tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini.
2.5b
Biaya Pendidikan
Akhir-akhir
ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Banyak
masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya
banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang
berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini
seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah
sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan.
Sekarang
ini memang digalakan program wajib belajar 9 tahun dengan bantuan Bos. Tapi
bagaimana dengan daerah-daerah yang terpencil nan jauh disana?? Apa mereka
sudah mengenyam pendidikan?? Padahal mereka sebagai WNI berhak mendapatkan
pendidikan yang layak.
Akhir-akhir
ini pemerintah dalam system pendidikan yang baru akan membagi pendidikan
menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri.
Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial
siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik
maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang
secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu. Hal ini saya rasa
sangat konyol, bukankah kebijakan ini sama saja dengan mengotak-kotakan
pendidikan kita, mau dikemanakan pendidikan kita bila kita terus diam dan
pasrah menerima keputusan Pemerintah?? Ironis sekali bila kebijakan ini
benar-benar terjadi.
2.5c.
Tujuan pendidikan
Katanya
pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan.
Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah
yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya
dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat).
Bukankah ini memalukan?? Berarti kalau kita punya uang maka kita tidak
usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya
pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki
analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu
permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.
2.5d.
Kontoversi diselenggaraknnya UN
Perdebatan
mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut
mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada awalnya bernama
Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional (Ebtanas). Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4
Februari 2005), setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama,
aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik
mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik),
dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan,
yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu
kelulusan. Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal
35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas
standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan
pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak
oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta
didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain
merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang
berupa proses. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan
pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi
terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik. Ketiga,
aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya,
pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003
menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini
menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa
menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah ataupun di
rumah. Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis,
pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun 2005, dana yang dikeluarkan dari APBN
mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005
memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas
sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya.
Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan
finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan
tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya
penyimpangan (korupsi) dana UN.
2.5e.
Kerusakan fasilitas sekolah
Nanang
Fatah, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan,
sekitar 60 persen bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Kerusakan bangunan
sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek
perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank
Dunia pada Komite Sekolah. Kerusakan bangunan pendidikan jelas akan
mempengaruhi kualitas pendidikan karena secara psikologis seorang anak akan
merasa tidak nyaman belajar pada kondisi ruanagan yang hamper roboh.
2.5f. Disahkannya RUU BHP
menjadi Undang- Undang
DPR
RI telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP)
menjadi Undang-Undang. Selama tiga tahun itupula, UU yang berisi 14 bab dan 69
pasal banyak mengalami perubahan. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai
protes dari kalangan mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan
liberalisasi terhadap dunia pendidikan. Rabu, 17 Desember 2008, suara mahasiswa
Universitas Indonesia yang memprotes pengesahan RUU Badan Hukum Pendidikan
(BHP) sudah semakin tipis. Namun, teriakan tetap mereka lantangkan di lobi
Gedung Nusantara II DPR, Rabu (17/12) sore.
Ketua
BEM UI 2008 Edwin Nafsa Naufal mengatakan, mereka sudah mengawal pembahasan RUU
ini selama 3 tahun. Bahkan, sebuah konsep tandingan sudah disiapkan. Segala
aspirasi dan masukan, sudah disampaikan kepada Pansus RUU BHP. Hal yang
dikhawatirkan, undang-undang baru ini akan membuat biaya pendidikan semakin
mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Anggapan
mahasiswa ini, dikatakan Ketua Pansus RUU BHP Irwan Prayitno, salah besar.
Pendanaan. 20 persen operasional dibiayai pemerintah. Untuk investasi dan
bangunan seluruhnya dibiayai pemerintah. UU BHP juga menetapkan perguruan
tinggi negeri atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar 20 persen dari seluruh
jumlah mahasiswa di lembaganya. Namun, jika ternyata Perguruan Tinggi yang
terkait tidak mempunyai dana yang mencukupi, untuk memberikan beasiswa,
akhirnya dana tersebut akan dibebankan kepada mahasiswa lagi. UU BHP ini akan
menjadi kerangka besar penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang. UU
BHP sendiri saat ini sedang dalam proses mencari input. Jadi, untuk memperkuat
status hukum PT BHMN, ia akan diatur dalam UU BHP.
2.6 Upaya penanggulangan permasalahan
pendidikan :
Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi
masalah-masalah pendidikan diantaranya sebagai berikut :
ü Pendidikan tenaga kependidikan (prajabatan dan
dalam jabatan) perlu diberikan pelatihan khusus untuk menghasilkan guru-guru
yang kompeten di bidangnya, oleh karena tenaga kependidikan khususnya guru
menjadi penyebab utama lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas. Misalnya
melalui : PKG (Pusat Kegiatan Guru), MGBS (Musyawarah Guru Bidang Study), dan
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) perlu ditumbuhkembangkan terus sebagai
model pengembangan kemampuan guru.
ü Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya
dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan
yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada
kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia
dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib
Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan
yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak
memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib
belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang
putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan
kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit
bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi
bertahan pada kompetisi di era global.
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Misi
pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan, karena itu
pendidikan selalu menghadapi masalah. Mengenai masalah pedidikan, perhatian
pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari
beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah,
pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU
Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya
makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata
alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan
kabupaten.
Namun
penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara
terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya
menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran
saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan
di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun
sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat
bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan
yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun
mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum
mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut,
bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini
keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada
kompetisi di era global.
3.2 Kritik dan
Saran
Dewasa ini permasalahan pendidikan di Indonesia ini terlihat semakin kompleks,
untuk itu sangat diharapkan pemerintah terus meningkatkan upaya pengentasan
yang lebih efektif agar mutu pendidikan di Indonesia ini dapat semakin baik
sesuai dengan yang diharapkan.
Daftar Pustaka
ü Tirtarahardja, Umar: Sulo, S. L. La. 2005. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
ü sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesiahttp://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia/
MAJELIS PERMUSYAWARATAN
RAKYAT
REPUBLIK
INDONESIA
--------
SEKRETARIAT
JENDERAL MPR RI
2011
UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Cetakan Pertama : Maret 2005
Cetakan Kedua :
Maret 2006
Cetakan Ketiga : Maret 2007
Cetakan Keempat :
Mei 2008
Cetakan Kelima : Oktober 2008
Cetakan Keenam :
Mei 2009
Cetakan Ketujuh : Oktober 2009
Cetakan Kedelapan :
Januari 2010
Cetakan Kesembilan :
Juni 2010
Cetakan Kesepuluh : Februari 2011
xiv + ....... halaman
Sekretariat Jenderal MPR RI
Jl. Jend. Gatot Subroto No.6 Jakarta - 10270
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK
INDONESIA
--------
KATA PENGANTAR
Pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, sebagai bagian dari implementasi
salah satu tuntutan Reformasi tahun 1998, MPR melakukan
perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai akibat dari perubahan tersebut, saat ini, Negara Indonesia yang
berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
telah dibangun dan sedang menjalani proses konsolidasi untuk menerapkan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi agar kehidupan demokratis menjadi cara
hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan selesainya perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, bermakna bahwa sistem politik
berdasar desain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
dikonsolidasikan untuk mampu menerima dan mengarahkan beban dinamika politik
seraya terus melandasi proses demokratisasi dan reformasi berkelanjutan.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal
3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
melakukan perubahan tersebut, MPR menetapkan lima kesepakatan dasar, yaitu
tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; mempertegas sistem
pemerintahan presidensial; Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam
pasal-pasal (batang tubuh); dan melakukan perubahan dengan cara adendum.
Melakukan perubahan dengan cara adendum artinya perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan dengan
tetap mempertahankan naskah asli dan naskah perubahan diletakkan melekat pada
naskah asli. Sebagai konsekuensi dari kesepakatan tersebut, naskah resmi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah naskah yang
terdiri atas lima bagian, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(naskah asli);
b. Perubahan Pertama Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Perubahan Kedua Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. Perubahan Keempat Undang-Undang
dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penerbitan buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk memberikan informasi
kepada masyarakat tentang susunan resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, sekaligus merupakan dukungan Sekretariat Jenderal MPR
kepada MPR dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Akhirnya, semoga Buku ini bermanfaat dalam kegiatan sosialisasi dan dalam
memahami aturan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jakarta, Januari 2011
SEKRETARIS
JENDERAL,
Drs. EDDIE SIREGAR, M.Si.
DAFTAR ISI
Halaman
1.
|
KATA PENGANTAR
.............................................................................
|
3
|
2.
|
SAMBUTAN PIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 2009-2014 .................
|
6
|
3.
|
UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945............................................................................................
|
10
|
4.
|
PERUBAHAN PERTAMA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945................................................
|
32
|
5.
|
PERUBAHAN KEDUA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945................................................
|
37
|
6.
|
PERUBAHAN KETIGA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945................................................
|
46
|
7.
|
PERUBAHAN KEEMPAT UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945................................................
|
56
|
8.
|
UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM SATU
NASKAH...............................................
|
63
|
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK
INDONESIA
--------
SAMBUTAN
PIMPINAN MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK
INDONESIA PERIODE 2009-2014
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang untuk
pertama kalinya ditetapkan oleh para pendiri negara pada tanggal 18 Agustus
1945. Sebagai hukum dasar, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 bukan hanya merupakan dokumen hukum tetapi juga mengandung aspek lain
seperti pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah yang merupakan nilai-nilai luhur
bangsa dan menjadi landasan dalam penyelenggaraan negara. Sebagai sumber hukum
tertinggi, Undang-Undang Dasar itu hendaknya menjadi panduan dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara dan kehidupan berbangsa, serta pedoman
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Sejalan dengan tuntutan reformasi
dan tuntutan perkembangan kebutuhan bangsa Indonesia, MPR dengan semangat
kenegarawanan dan melalui tahapan pembahasan yang mendalam dan sungguh-sungguh
serta melibatkan berbagai kalangan masyarakat, sejak tahun 1999 sampai dengan
tahun 2002 telah melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Reformasi konstitusi tersebut telah mengantarkan bangsa
Indonesia memasuki babak baru yang mengubah sejarah kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh MPR sesuai dengan
kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah yang menjadi objek perubahan
adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan
pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden
pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli
1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara
Nomor 75 Tahun 1959. Perubahan tersebut merupakan upaya penyempurnaan aturan
dasar guna lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945 sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam melakukan perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR menetapkan kesepakatan
dasar agar perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mempunyai arah, tujuan, dan batas yang jelas. Kesepakatan dasar itu terdiri
atas lima butir, yaitu tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia; mempertegas sistem pemerintahan presidensial; Penjelasan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal
normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh); dan melakukan
perubahan dengan cara adendum.
Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pertama kali dilakukan pada Sidang Umum
MPR tahun 1999 yang menghasilkan Perubahan Pertama. Setelah itu, dilanjutkan
dengan Perubahan Kedua pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000, Perubahan Ketiga
pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001, dan Perubahan Keempat pada Sidang Tahunan
MPR tahun 2002.
Salah satu kesepakatan perubahan
adalah dilakukan dengan cara adendum. Artinya perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu dilakukan dengan tetap
mempertahankan naskah asli dan naskah perubahan-perubahan diletakkan melekat
pada naskah asli. Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari kesepakatan
tersebut, naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
adalah naskah yang terdiri atas lima bagian, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(naskah asli);
b. Perubahan Pertama Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Perubahan Kedua Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. Perubahan Keempat Undang-Undang
dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk lebih memudahkan pemahaman
berbagai kalangan, telah disusun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam Satu Naskah yang berisikan pasal-pasal dari Naskah Asli yang
tidak berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil perubahan serta
Undang-Undang Dasar dalam Satu Naskah.
Selanjutnya, berdasarkan
pengamatan Pimpinan MPR banyak beredar buku Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 di masyarakat yang tidak sesuai dengan susunan naskah
resmi sebagaimana hasil kesepakatan MPR dalam melakukan perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penerbitan buku Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini sejalan dengan tugas Pimpinan
MPR sebagaimana terdapat pada Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang menyebutkan
bahwa salah satu tugas Pimpinan MPR adalah mengoordinasikan Anggota MPR untuk
memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penerbitan buku Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
adalah untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang
hukum dasar negara Indonesia dan susunan resmi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sekaligus merupakan komitmen Pimpinan MPR untuk
terus melaksanakan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Akhirnya,
semoga penerbitan buku ini dapat membawa manfaat bagi nusa, bangsa, dan negara.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Januari 2011
PIMPINAN
MPR
Ketua,
H. M. TAUFIQ KIEMAS
|
|
Wakil Ketua,
Drs. HAJRIYANTO Y. THOHARI, M.A
|
Wakil Ketua,
Hj. MELANI LEIMENA SUHARLY
|
Wakil Ketua,
DR. AHMAD FARHAN HAMID, M.S.
|
Wakil Ketua,
LUKMAN HAKIM
SAIFUDDIN
|
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945
PEMBUKAAN
( P r e a
m b u l e )
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaanya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
UNDANG-UNDANG
DASAR
BAB I
BENTUK DAN
KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
BAB II
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam
lima tahun di ibukota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan
suara yang terbanyak.
Pasal 3
Majelis
Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar
daripada haluan negara.
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN
NEGARA
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Presiden ialah orang Indonesia asli.
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat dengan suara yang terbanyak.
Pasal 7
Presiden dan
Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali.
Pasal 8
Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.
Pasal 9
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta
berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
Janji Presiden (Wakil Presiden):
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia)
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya
serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan
akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Presiden menerima duta negara lain.
Pasal 14
Presiden
memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Pasal 15
Presiden
memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.
BAB IV
DEWAN
PERTIMBANGAN AGUNG
Pasal 16
(1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan
berhak memajukan usul kepada pemerintah.
BAB V
KEMENTERIAN
NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(3) Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.
BAB VI
PEMERINTAHAN
DAERAH
Pasal 18
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil,
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan
memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan
negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
BAB VII
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT
Pasal 19
(1) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
Pasal 20
(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
(2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 21
(1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan
undang-undang.
(2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan
lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu
harus dicabut.
BAB VIII
HAL
KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan
undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang
diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
(2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
(3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
(4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
(5) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
BAB IX
KEKUASAAN
KEHAKIMAN
Pasal 24
(1) Kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
(2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan
undang-undang.
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan
sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.
BAB X
WARGA
NEGARA
Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
(2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan
undang-undang.
Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu.
BAB XII
PERTAHANAN
NEGARA
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
BAB XIII
PENDIDIKAN
Pasal 31
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 32
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
BAB XIV
KESEJAHTERAAN
SOSIAL
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.
BAB XV
BENDERA DAN BAHASA
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
BAB XVI
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
(1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada
jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada
jumlah anggota yang hadir.
ATURAN
PERALIHAN
Pasal I
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan
menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.
Pasal II
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV
Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini,
segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite
nasional.
ATURAN
TAMBAHAN
(1) Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya,
Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar ini.
(2) Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk,
Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.
PENJELASAN
TENTANG UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA
INDONESIA
UMUM
I. Undang-Undang Dasar, sebagian dari hukum dasar
Undang-Undang
Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di
sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak
tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.
Memang untuk
menyelidiki hukum dasar (droit constitutionnel) suatu negara, tidak
cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi constitutionelle)
saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan bagaimana
suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari Undang-Undang Dasar
itu.
Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti
kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya
Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana
terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus
diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.
Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya
undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar
undang-undang itu.
II. Pokok-pokok pikiran dalam ”pembukaan”
Apakah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” Undang-Undang
Dasar.
1. “Negara” - begitu bunyinya - “melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam
pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian
“pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.
Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat.
3. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara
yang berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan.
Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar
harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan
perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam “pembukaan”
ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan
dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan
cita-cita hukum (Reichtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik
hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini
dalam pasal-pasalnya.
IV. Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan supel.
Undang-Undang Dasar hanya memuat 37 pasal. Pasal-pasal
lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jika
dibandingkan misalnya dengan Undang-Undang Dasar Filipina.
Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat
aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada
pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan
kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara
muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan
pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan
kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah, dan mencabut.
Demikianlah sistem Undang-Undang Dasar.
Kita harus senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan
masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman
berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena
itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik
kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu, janganlah
tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung) kepada
pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.
Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh
karena itu, makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita
harus menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan
zaman. Jangan sampai kita membikin undang-undang yang lekas usang (verouderd).
Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah
semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin
pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya
bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara, para
pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu
tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar itu
tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan
baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara. Jadi
yang paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain
perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja
harus ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, sedangkan hal-hal yang perlu untuk
menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-undang.
SISTEM
PEMERINTAHAN NEGARA
Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar ialah:
I. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat).
1. Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II. Sistem Konstitusional.
2. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
III. Kekuasaan
Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gezamte Staatgewalt
liegi allein bei der Majelis).
3. Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis
Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan
des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar
dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala
Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Majelis inilah yang
memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan
haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis.
Presiden yang diangkat oleh Majelis, bertunduk dan bertanggung jawab kepada
Majelis. Ia ialah “mandataris” dari Majelis. Ia berwajib menjalankan
putusan-putusan Majelis. Presiden tidak “neben”, akan tetapi “untergeordnet”
kepada Majelis.
IV. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di
bawah Majelis.
Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah
penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan
tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and
responssibility upon the President).
V. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Di sampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (Staatsbegrooting).
Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama
dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan,
artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari pada Dewan.
VI. Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menteri
negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari pada Dewan, akan tetapi
tergantung dari pada Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden.
VII. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak
terbatas.
Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan
sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat
adalah kuat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak
bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer).
Kecuali itu anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap
menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, Dewan
Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden
dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang
telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya
bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.
Menteri-menteri negara bukan
pegawai tinggi biasa.
Meskipun kedudukan menteri negara tergantung dari pada
Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena
menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir
executif) dalam praktek.
Sebagai pemimpin departemen, menteri mengetahui
seluk-beluk hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaannya. Berhubung dengan
itu, menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan
politik negara yang mengenai departemennya. Memang yang dimaksudkan ialah, para
menteri itu pemimpin-pemimpin negara.
Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam
pemerintahan negara, para menteri bekerja bersama satu sama lain seerat-eratnya
dibawah pimpinan Presiden.
BAB I
BENTUK DAN
KEDAULATAN NEGARA
Pasal 1
Menetapkan bentuk Negara Kesatuan dan Republik,
mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.
Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara negara
yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang
kedaulatan negara.
BAB II
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh golongan,
seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis sehingga Majelis itu akan
betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.
Yang disebut “golongan-golongan” ialah badan-badan
seperti koperasi, serikat pekerja, dan lain-lain badan kolektif. Aturan
demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan
sistem koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya
golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi.
Ayat 2
Badan yang akan besar jumlahnya bersidang
sedikit-sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Sedikit-sedikitnya, jadi kalau perlu
dalam 5 tahun tentu boleh bersidang lebih dari sekali dengan mengadakan
persidangan istimewa.
Pasal 3
Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang
kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamik
masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan
segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang
hendaknya dipakai untuk dikemudian hari.
BAB III
KEKUASAAN
PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
dan pasal 5 ayat 2
Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara.
Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
peraturan pemerintah (pouvoir reglementair).
Pasal 5
ayat 1
Kecuali executive power, Presiden bersama-sama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislative power dalam
negara.
Pasal-pasal:
6, 7, 8, 9
Telah jelas.
Pasal-pasal:
10,11,12,13,14,15
Kekuasaan-kekuasaan
Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekuensi dari kedudukan Presiden
sebagai Kepala Negara.
BAB IV
DEWAN
PERTIMBANGAN AGUNG
Pasal 16
Dewan ini ialah sebuah Council of State yang berwajib
memberi pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah. Ia sebuah badan penasehat
belaka.
BAB V
KEMENTERIAN
NEGARA
Pasal 17
Lihatlah di atas.
BAB VI
PEMERINTAHAN
DAERAH
Pasal 18
I. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka
Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat
juga.
Daerah
Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi
pula dalam daerah yang lebih kecil.
Di
daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen)
atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan
ditetapkan dengan undang-undang.
Di
daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh
karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
II. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende
landchappen dan volksgemeenschappen,
seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di
Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh
karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara
Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan
segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak
asal-usul daerah tersebut.
BAB VII
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT
Pasal-pasal:
19, 20, 21, dan 23
Lihatlah diatas.
Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan
undang-undang dari pemerintah. Pun Dewan mempunyai hak inisiatif untuk
menetapkan undang-undang.
III. Dewan ini mempunyai juga hak begrooting pasal 23.
Dengan ini,
Dewan Perwakilan Rakyat mengontrol pemerintah.
Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 22
Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden.
Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar
supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan
yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun
demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya
sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
BAB VIII
HAL
KEUANGAN
Pasal 23
ayat: 1, 2, 3, 4
Ayat I memuat hak begrooting Dewan Perwakilan
Rakyat.
Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah
suatu ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme,
anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara
demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti
Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan
undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari
mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri,
dengan perantaraan dewan perwakilannya.
Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara
hidupnya.
Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan
dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan
pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.
Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk
menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada
rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang
yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan
dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya
atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga.
Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat.
Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat
sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang
dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya,
jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu,
keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.
Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan
mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.
Ayat 5
Cara pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan
tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah itu perlu ada suatu badan
yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Suatu badan yang tunduk
kepada pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya
badan itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas pemerintah.
Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan
dengan undang-undang.
BAB IX
KEKUASAAN
KEHAKIMAN
Pasal 24
dan 25
Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus
diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.
BAB X
WARGA
NEGARA
Pasal 26
Ayat 1
Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan
Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di
Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada
Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Ayat 2
Pasal 27,
30, 31, ayat 1
Telah jelas.
Pasal-pasal ini mengenai hak-hak warga negara.
Pasal 28,
29, ayat 1, 34
Pasal ini mengenai kedudukan penduduk.
Pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun
yang mengenai seluruh penduduk membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan
negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan
sosial dan perikemanusiaan.
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
ayat 1
Ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
BAB XII
PERTAHANAN
NEGARA
Pasal 30
Telah jelas.
BAB XIII
PENDIDIKAN
Pasal 31
ayat 2
Telah jelas.
Pasal 32
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai
buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.
Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai
puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung
sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab,
budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing
yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
BAB XIV
KESEJAHTERAAN
SOSIAL
Pasal 33
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan
anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan,
bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan
itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran
bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak,
tampuk produksi jatuh ketangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang
banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang
banyak boleh ada ditangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi
adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 34
Telah cukup jelas, lihat diatas.
BAB XV
BENDERA
DAN BAHASA
Pasal 35
Telah jelas.
Pasal 36
Telah jelas.
Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang
dipelihara oleh rakyatnya dengan
baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya)
bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.
Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan
Indonesia yang hidup.
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
Telah jelas.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PERUBAHAN PERTAMA
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PERUBAHAN
PERTAMA
UNDANG-UNDANG
DASAR
NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan
dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi
oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya
berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah Pasal 5 Ayat (1),
Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan
(3), Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
untuk satu kali masa jabatan.
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah
Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan
memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik
Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.”
Janji Presiden (Wakil Presiden):
“Saya
berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa”.
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 13
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung.
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 15
Presiden
memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang.
Pasal 17
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan
bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang.
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul
rancangan undang-undang.
Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan
dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-12 tanggal 19 Oktober 1999
Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di
Jakarta
pada tanggal
19 Oktober 1999
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PERUBAHAN KEDUA
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PERUBAHAN KEDUA
UNDANG-UNDANG
DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan
dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi
oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya
berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal
22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3),
Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal
28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab Xll, Pasal 30,
Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam undang-undang.
Pasal 18A
(l) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah.
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang.
Pasal 19
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
Pasal 20
(1) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak
rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut
sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran,
dan fungsi pengawasan.
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam
pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar
ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak
anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan
undang-undang diatur dengan undang-undang.
Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
BAB IXA
WILAYAH
NEGARA
Pasal 25E
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang.
BAB X
WARGA
NEGARA DAN PENDUDUK
Pasal 26
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang.
Pasal 27
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
BAB XA
HAK ASASI
MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk
bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
BAB XII
PERTAHANAN
DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat,
sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,
syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan
undang-undang.
BAB XV
BENDERA,
BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU
KEBANGSAAN
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 18 Agustus 2000
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PERUBAHAN KETIGA
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PERUBAHAN KETIGA
UNDANG-UNDANG
DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan
dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi
oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya
berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah
Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4); Pasal 6 Ayat (1) dan
(2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2),
(3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat
(2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan
(4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2),
(3), (4), (5), dan (6), Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C;
Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal
23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3),
(4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2),
(3), (4), (5), dan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
(4) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/ atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain
karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu
secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur
lebih lanjut dengan undang-undang.
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara
lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan
sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih
dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden.
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih
lanjut diatur dalam undang-undang.
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan
dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan
terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka
pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah
Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah
permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari
sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 7C
Presiden
tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden
sampai habis masa jabatannya.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya
dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan
sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh
Presiden.
Pasal 11
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur
dengan undang-undang.
Pasal 17
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur
dalam undang-undang.
BAB VIIA
DEWAN
PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi
melalui pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama
dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari
sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan
undang-undang.
Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan
sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta
memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
BAB VIIB
PEMILIHAN
UMUM
Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan.
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan
undang-undang.
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan
undang-undang.
BAB VIIIA
BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan
dan/ atau badan sesuai dengan undang-undang.
Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan
oleh Presiden.
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur
dengan undang-undang.
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden.
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim
agung.
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung
serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.
Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman
di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang.
Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim
konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga
orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga
orang oleh Presiden.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim
konstitusi.
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan,
serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan
dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal
9 November 2001 Sidang Tahunan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 November
2001
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PERUBAHAN KEEMPAT
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PERUBAHAN KEEMPAT
UNDANG-UNDANG
DASAR
NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan
dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi
oleh rakyat, bangsa, dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya
berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan:
(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana
telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan keempat ini
adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan
pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden
pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli
1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
(b) penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, “Perubahan tersebut
diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.”;
(c) pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat
(2) dan ayat (3); Pasal 25E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25A;
(d) penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan
pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang
Kekuasaan Pemerintahan Negara;
(e) pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4);
Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24
ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5);
Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III;
Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya
berbunyi sebagai berikut.
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum
dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Pasal 6A
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 8
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri,
dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari
setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur
dalam undang-undang.
BAB IV
DEWAN
PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus.
Pasal 23B
Macam dan
harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan
undang-undang.
Pasal 24
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang.
BAB XIII
PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.
BAB XIV
PEREKONOMIAN
NASIONAL DAN
KESEJAHTERAAN
SOSIAL
Pasal 33
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan
secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota
dari seluruh anggota Majelis Perrnusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan.
ATURAN
PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi
sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17
Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah
Agung.
ATURAN
TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan
peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil
putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.
Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan
dan pasal-pasal.
Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 10
Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,
dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2002
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK
INDONESIA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
dalam satu naskah
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
pembukaan
( P r e a
m b u l e )
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi selurah rakyat Indonesia.
UNDANG-UNDANG
DASAR
BAB I
BENTUK DAN
KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.***)
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)
BAB II
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam
lima tahun di ibukota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan
suara yang terbanyak.
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar. ***)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden. ***/****)
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. ***/****)
BAB III
KEKUASAAN
PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. *)
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain
karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu
secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur
lebih lanjut dengan undang-undang. ***)
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat. ***)
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum. ***)
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara
lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan
sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih
dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden. ***)
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
****)
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih
lanjut diatur dalam undang-undang. ***)
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
untuk satu kali masa jabatan.*)
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan
dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan
terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/ atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka
pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan
dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat
yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah
permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan
Rakyat. ***)
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari
sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden
sampai habis masa jabatannya. ***)
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam
waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang
untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. ***)
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar
Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
sampai berakhir masa jabatannya. ****)
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah
Presiden (Wakil Presiden):
“Demi
Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”
Janji
Presiden (Wakil Presiden):
“Saya
berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa”. *)
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung. *)
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur
dengan undang-undang. ***)
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan
akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat. *)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung. *)
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda
kehormatan yang diatur dengan undang-undang. *)
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur
dalam undang-undang. ****)
BAB IV
DEWAN
PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus.****)
BAB V
KEMentErian NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *)
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *)
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur
dalam undang-undang. ***)
BAB VI
PEMERINTAHAN
DAERAH
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang. **)
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. **)
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum. **)
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis. **)
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat. **)
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
**)
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam undang-undang. **)
Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah. **)
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. **)
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. **)
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. **)
BAB VII
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)
(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang. **)
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **)
Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
*)
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *)
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan
bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang. *)
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak
rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut
sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. **)
Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran,
dan fungsi pengawasan. **)
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam
pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. **)
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar
ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. **)
(4) Ketentuan
lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan
Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang. **)
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul
rancangan undang-undang.*)
Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu
harus dicabut.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan
undang-undang diatur dengan undang-undang. **)
Pasal 22B
Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan
tata caranya diatur dalam undang-undang. **)
BAB
VIIA***)
DEWAN
PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi
melalui pemilihan umum. ***)
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama
dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari
sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. ***)
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-
undang. ***)
Pasal 22 D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***)
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat
dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas
rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***)
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya,
yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. ***)
BAB
VIIB***)
PEMILIHAN
UMUM
Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***)
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. ***)
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan. ***)
(5) Pemilihan
umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri. ***)
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan
undang-undang. ***)
BAB VIII
HAL
KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ***)
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)
Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untak
keperluan negara diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan
undang-undang. ****)
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan
undang-undang. ***)
Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan
undang-undang. ****)
BAB
VIIIA***)
BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. ***)
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. ***)
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan
dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. ***)
Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan
oleh Presiden. ***)
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
***)
Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi. ***)
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur
dengan undang-undang. ***)
BAB IX
KEKUASAAN
KEHAKIMAN
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang. ****)
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang
hukum. ***)
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim
agung. ***)
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung
serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman
di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.***)
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang.***)
Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. ***)
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar. ***)
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim
konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga
orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga
orang oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi
dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. ***)
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan,
serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. ***)
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan
sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.
BAB IXA**)
WILAYAH
NEGARA
Pasal
25A****)
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. **)
BAB X
WARGA
NEGARA DAN PENDUDUK**)
Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia. **)
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang. **)
Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara. **)
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.
BAB XA**)
HAK ASASI
MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. **)
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah. **)
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia. **)
(2) Setiap orang berhak untak memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. **)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan. **)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali. **)
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain. **)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan. **)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **)
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apa pun. **)
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu. **)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban. **)
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis. **)
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu
BAB XII
PERTAHANAN
DAN KEAMANAN NEGARA**)
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. **)
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat,
sebagai kekuatan pendukung. **)
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. **)
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum. **)
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,
syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan
undang-undang. **)
BAB XIII
PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN****)
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan. ****)
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya. ****)
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. ****)
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. ****)
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia. ****)
Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional lndonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya. ****)
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional. ****)
BAB XIV
PEREKONOMIAN
NASIONAL
DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. ****)
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan. ****)
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang. ****)
BAB XV
BENDERA,
BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA
LAGU
KEBANGSAAN**)
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. **)
Pasal 36B
Lagu
Kebangsaan ialah Indonesia Raya. **)
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang. **)
BAB XVI
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan
secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alasannya. ****)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal
Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(4) Putusan untuk mengubah
pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya
lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan. ****)
ATURAN
PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi
sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)
Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17
Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah
Agung. ****)
ATURAN
TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untak melakukan peninjauan terhadap
materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. ****)
Pasal II
Dengan ditetapkannya
perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal ****)
0 Comments